Periksa 5 Kali, KPK Cari Peran M Taufik di Suap Reklamasi?

Mohamad Taufik.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A.

VIVA.co.id – Wakil Ketua DPRD DKl Jakarta yang sekaligus Ketua Badan Legislasi Daerah (Balegda), M. Taufik menjadi salah satu pihak yang paling rajin diperiksa penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dalam kasus dugaan suap terkait pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang reklamasi Teluk Jakarta.

Politikus Gerindra ini, setidaknya telah 5 kali diperiksa dalam kasus yang juga menjerat adik kandungnya, Ketua Komisi D DPRD DKI, Mohamad Sanusi.

Pada kasus yang berawal dari tangkap tangan pada 31 Maret 2016 itu, Taufik tercatat menjalani pemeriksaan pada 11 April, 18 April, 21 April, 25 April serta 28 April 2016.

"Yang bersangkutan diperiksa sebagai saksi," kata Pelaksana harian Kepala Biro Humas KPK, Yuyuk Andriati, saat dikonfirmasi, Kamis 28 April 2016.

Pemeriksaan Taufik diduga masih terkait dengan pembahasan dua Raperda yakni Raperda tentang Zonasi wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Provinsi Jakarta 2015-2035 dan Raperda tentang Rencana Kawasan Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Jakarta Utara.

Seperti diketahui, Pembahasan kedua Raperda itu antara DPRD dengan Pemerintah Provinsi DKl Jakarta, sempat beberapa kali mengalami kebuntuan. Kesepakatan selalu gagal dicapai karena peserta rapat tidak memenuhi kuorum. Dalam catatan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, terjadi 16 kali perubahan jadwal Rapat Paripurna Persetujuan DPRD terhadap Raperda mengenati Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta.

Usai diperiksa KPK pada 21 April 2016 lalu, Taufik sempat mengungkapkan alasan pembahasan Raperda itu berjalan alot. Dia bilang, DPRD DKI keberatan terhadap poin tambahan kontribusi lahan sebesar 15 persen dalam draf Raperda tentang Tata Ruang, karena menilai usulan itu tidak memiliki dasar hukum.

Bahkan saat diperiksa, Taufik mengakui penyidik pun mencecarnya mengenai proses pembahasan Raperda tersebut. "Cerita soal Baleg. Pembahasan (di Baleg)," kata Taufik usai diperiksa di KPK kala itu.

Tidak hanya Taufik, penyidik KPK juga telah melakukan pemeriksaan terhadap sopirnya yang bernama Riki Sudani. Pihak KPK menyatakan pemeriksaan Riki diperlukan untuk mengkonfirmasi adanya berbagai pertemuan formal maupun informal terkait pembahasan Raperda itu.

Selain itu, Taufik juga mengaku pernah ditanyakan perihal pertemuannya di rumah Bos PT Agung Sedayu Grup, Sugiyanto Kusuma alias Aguan. Perusahaan itu adalah induk dari PT Kapuk Naga lndah, yang mendapatkan izin pelaksana pembangunan lima pulau buatan, yaitu Pulau A sampai E.

Beberapa pihak disebut ikut menghadiri pertemuan di rumah Aguan, diantaranya sejumlah Pimpinan DPRD, seperti Ketua DPRD, Prasetyo Edi Marsudi; Wakil Ketua DPRD, M. Taufik; Wakil Ketua DPRD, Mohamad Sangaji; Ketua Komisi D DPRD, Mochamad Sanusi serta Ketua Pansus Reklamasi, Selamet Nurdin.

Pengacara Sanusi, Krisna Murti juga membenarkan adanya pertemuan tersebut. Menurut dia, para pihak membahas mekanisme Raperda Tata Ruang Reklamasi Teluk Jakarta.

Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang, telah menyatakan bahwa pertemuan itu menjadi salah satu hal yang tengah didalami penyidik. "Apa isi pertemuan itu masih didalami oleh penyelidik, tapi dipercaya pertemuan tersebut merupakan rangkaian pertemuan proses dan penyertaan masing-masing pihak terkait konstruksi kasus," kata Saut melalui pesan singkat saat dikonfirmasi, Senin lalu, 25 April 2016.

Saut tidak menampik, bahwa kasus ini akan terus dikembangkan berdasarkan pertemuan tersebut. "Bisa saja kasusnya berkembang," ujar dia.

Keterlibatan Pihak Lain

KPK sebelumnya sudah menyatakan ada indikasi keterlibatan pihak lain yang diduga turut menerima suap dalam kasus ini. Salah satu pengembangan yang dilakukan adalah dengan melakukan penggeledahan di sejumlah tempat pasca menangkap Sanusi.

Khusus di DPRD, selain ruang Sanusi, KPK mencari bukti tambahan di ruang kerja dua pimpinan DPRD DKI, yaitu M. Taufik dan Prasetyo Edi Marsudi. "Yang dibawa dokumen, catatan, file-file terkait," kata Yuyuk dalam pesan singkatnya, Sabtu, 2 April 2016

Saat pertama kali diperiksa dalam kasus ini, Taufik telah membantah menerima uang suap terkait pembahasan Raperda ini. Dia mengaku tidak pernah berhubungan dengan pihak swasta. "Saya gak pernah berhubungan dengan Agung Sedayu," kata Taufik di Gedung KPK, Jakarta, Senin, 11 April 2016

Meski begitu, dalam lima kali kesempatan diperiksa, setidaknya tiga kali dia diperiksa untuk perbuatan tersangka Ariesman Widjaja, Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land. Selain itu, dua kali penyidik mencecarnya terkait perbuatan tersangka M. Sanusi.

Dalam kasus ini, selain Sanusi dan Ariesman, penyidik KPK pun menetapkan karyawan Agung Podomoro, Triananda Prihantoro, sebagai tersangka. Dia diduga memberikan suap senilai Rp1,14 miliar pada Sanusi, saat tertangkap tangan. Ini adalah pemberian kedua, setelah sebelumnya Sanusi juga diduga diberikan Rp1 miliar.

Ketua KPK, Agus Rahardjo, meyakini kasus ini tak berhenti hanya pada tiga tersangka itu. Menurut Agus, "sangat mudah menemukan pihak ini, mudah-mudahan dari perkembangan yang kami lakukan, semoga bisa kami temukan, koneksikan pihak-pihak terkait."