Wakil Ketua DPRD M Taufik Diperiksa KPK untuk Kelima Kali

Wakil Ketua DPRD DKI, M Taufik.
Sumber :
  • Fajar GM - VIVA.co.id

VIVA.co.id – Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, M. Taufik kembali mendatangi Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis, 29 April 2016. Dia datang memenuhi panggilan pemeriksaan sebagai saksi, dalam kasus dugaan suap terkait pembahasan dua Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) mengenai reklamasi di Teluk Jakarta.

"Diperiksa sebagai saksi untuk tersangka AWJ (Ariesman Widjaja, Presiden Direktur Agung Podomoro Land)," kata Pelaksana harian Kepala Biro Humas KPK, Yuyuk Andriati di kantor KPK, Jakarta.

Taufik terlihat tiba di Gedung KPK sekitar 09.30 WIB untuk menjalani pemeriksaannya yang kelima kali dalam kasus ini.

Taufik sempat menjelaskan mengenai penyebab alotnya pembahasan Raperda yang kemudian berujung pada terjadinya dugaan suap. Menurut Taufik, DPRD DKI mempermasalahkan Raperda karena mengatur mengenai izin pelaksanaan dan izin reklamasi.

"Izin pelaksanaan sama izin reklamasi. Karena Perda itu Perda tata ruang, bukan perda izin. Nah kami enggak mau masukin izin," ujar Taufik.

Sementara itu, terkait tambahan kontribusi sebesar 15 persen, Taufik menyebut poin tersebut diminta diatur dalam Peraturan Gubernur. Hal tersebut juga sudah tertera dalam draf Raperda kedua yang diusulkan ke pihak DPRD.

Sebelumnya, Sekda DKl Jakarta, Saefullah mengungkapkan bahwa pada draf awal Raperda diusulkan adanya tambahan kontribusi lahan buat Pemerintah Provinsi DKI sebesar 15 persen.

"Di situlah dalam pembahasan dengan DPRD dengan Baleg, yang paling banyak menyita waktu. Kita sempat sampai sepakat bahwa mengenai kontribusi tambahan ini akan diatur melalui Pergub," kata Saefullah usai menjalani pemeriksaan pada Rabu, 27 April 2016.

Menurut Saefullah, hal tersebut sudah dilaporkan pada Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok selaku Gubernur. Ahok pun memberikan sinyal positif untuk menyetujui tambahan kontribusi itu diatur dalam Pergub.

"Maka lahirlah draf kedua kita yang bulan Februari tanggal 22. Dalam draf kedua itu berubah pasal jadi 110 ayat 13, berbunyi mengenai besaran, mengenai tata cara soal kontribusi tambahan ini akan diatur melalui Pergub. Kemudian kami bahas lagi, bahas lagi, kami memang belum sepakat antara legislatif dan eksekutif terkait besaran kontribusi ini," ungkap Saefullah.

Diketahui, Taufik sudah beberapa kali menjalani pemeriksaan penyidik dalam kasus ini. Bahkan ruang kerjanya sempat digeledah oleh penyidik pasca KPK menangkap tangan adiknya yang menjadi Ketua Komisi D DPRD DKl Jakarta, Mohamad Sanusi.

Selain Taufik, di Gedung KPK juga terlihat anggota DPRD DKl Jakarta, Ferrial Sofyan serta Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD), Heru Budi Hartono.

Pada kasus ini, Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land (PT APL), Ariesman Widjaja beserta karyawannya, Triananda Prihantoro terungkap mencoba menyuap Sanusi hingga miliaran Rupiah.

Suap diduga diberikan terkait pembahasan Raperda tentang Zonasi wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Provinsi Jakarta 2015-2035, serta Raperda tentang Rencana Kawasan Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Jakarta Utara.

Dua Raperda tersebut diketahui memuat aturan terkait proyek reklamasi dan menuai polemik dalam pembahasannya hingga beberapa kali tertunda. Disinyalir pembahasannya mandek lantaran adanya aturan mengenai tambahan kontribusi lahan yang harus diberikan pengembang ke pemerintah sebesar 15 persen.

Diduga hal tersebut yang menjadi alasan penyuapan dari bos Agung Podomoro kepada pihak DPRD DKl Jakarta. Terkait kasus ini, KPK menduga ada pihak lain juga yang memberikan suap pada anggota dewan.

Saat ini, penyidik baru menetapkan 3 orang tersangka, yakni Ariesman, Triananda serta Sanusi. Namun KPK masih menelusuri mengenai keterlibatan pihak-pihak lain. (ase)