Alasan Kejaksaan Tak Borgol Samadikun Hartono

Koruptor BLBI Samadikun Hartono (tengah), saat dipulangkan ke Tanah Air, Kamis (21/4/2016).
Sumber :
  • ANTARA FOTO/M Agung Rajasa

VIVA.co.id – Sejumlah pihak mengkritisi proses pemulangan buronan kasus korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia, Samadikun Hartono, yang dinilai mendapatkan keistimewaan. Samadikun disambut langsung Jaksa Agung HM Prasetyo, dan didampingi Kepala Badan Intelijen Negara Sutiyoso. 

Selain itu, selama turun dari pesawat sampai dijebloskan ke Rumah Tahanan (Rutan) Salemba, Jakarta Pusat, Samadikun tak diborgol.

Hal ini kontras dengan proses pemulangan buronan kasus Bank Century, Hartawan Aluwi, yang sama-sama dipulangkan Kamis malam, 21 April 2016.

Aluwi, sejak turun dari pesawat sampai selesai diperiksa Mabes Polri, tangannya selalu diborgol. Bahkan, saat diserahkan dari Mabes Polri ke Kejaksaan Agung, Hartawan terlihat menggunakan pakaian tahanan berwarna jingga.

Menanggapi ini, Kejaksaan Agung menilai sudah memperlakukan buronan terpidana korupsi BLBI, Samadikun Hartono, sesuai prosedur saat dibawa dari China ke Indonesia.

"Tidak ada keistimewaan apapun, dari sana yang bawa BIN (Badan Intelejen Negara) ya," kata Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung, Arminsyah di kantornya, Jakarta Selatan, Jumat, 22 April 2016.

Arminsyah beralasan, Samadikun tidak diborgol tangannya karena dinilai aman dan tidak akan melarikan diri.

"Saya tidak melihat masalah itu, tapi yang jelas kan aman sampai dimasukkan ke rutan di Salemba," katanya.

Terkait pemulangan ini, sebelumnya Jaksa Agung HM Prasetyo mengatakan, Samadikun ditangkap tim gabungan. Samadikun telah jadi buron sejak 2003. Dia akhirnya tertangkap, setelah melarikan diri dari kejaran petugas selama 13 tahun.

Pria kelahiran 4 Februari 1948 itu, divonis empat tahun oleh Mahkamah Agung pada 28 Mei 2003, karena terbukti menyalahgunakan BLBI dengan kerugian negara sekitar Rp169 miliar, saat menjadi Presiden Komisaris PT Bank Modern. Dari jumlah itu, tanggung jawab Samadikun sekitar Rp11,9 miliar. 

Putusan kasasi MA itu juga menganulir putusan bebas Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sebelumnya.

Namun, saat hendak dieksekusi, Samadikun menghilang dari kediamannya di kawasan Menteng, Jakarta Pusat. Tim Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat hanya menemukan penjaga di rumahnya.