Antisipasi Penyanderaan, Kapal RI Perlu Pengawalan Khusus

Kelompok bersenjata Abu Sayyaf, kerap melakukan penculikan dan perampokan di Filipina Selatan.
Sumber :
  • www.worldbulletin.net

VIVA.co.id – Belum tuntas satu kasus penyanderaan, kini pemerintah menghadapi kasus baru. Sebanyak empat anak buah kapal TB Henry diculik kelompok bersenjata di laut perbatasan Malaysia dengan Pulau Tawi Tawi Filipina. Satu ABK bahkan tertembak dan dalam keadaan kritis.

Peneliti terorisme dan intelijen Ridlwan Habib menilai kasus penyanderaan kedua ini menimbulkan keresahan di dunia pelayaran. “Kapal takut berlayar ke Filipina, akibatnya mengganggu proses perdagangan antar dua negara,” ujar Ridlwan kepada VIVA.co.id, Selasa 19 April 2016.

Pemerintah Filipina seharusnya memberi jaminan keselamatan di perairan negaranya. Namun,  hal itu ternyata tidak dilakukan. “Pasukan Filipina di laut tidak ada, semacam coast guard juga tidak ada saat peristiwa terjadi. Ini membuktikan Filipina kurang serius mengamankan jalur perairannya,” ujar alumni S2 Intelijen Universitas Indonesia tersebut.

Ridlwan mengusulkan agar Badan Keamanan Laut (Bakamla) RI menempatkan petugas khusus bersenjata di setiap kapal dagang RI yang berlayar ke Filipina. “Perlu ada pengawalan khusus yang tertutup, supaya perdagangan di laut kita tidak terganggu,” katanya.

Kapal perang Republik Indonesia tidak bisa masuk ke perairan milik negara lain, karena itu merupakan wilayah perairan dalam negeri Filipina. “Karena itu, untuk mengurangi risiko, bisa ditempatkan petugas bersenjata khusus di kapal-kapal dagang sebagai antisipasi agar tidak terulang lagi,” katanya.

Penyanderaan kedua ini membuat total ada 14 WNI yang sekarang ditawan oleh kelompok bersenjata yang diduga berafiliasi dengan Abu sayyaf. Ridlwan meyakini pemerintah sudah punya cara untuk membebaskan mereka. “Harus dibedakan antara tugas membebaskan sandera dan tugas antisipasi supaya tidak ada lagi penyanderaan,” katanya.

Pada April–Agustus, perairan Filipina Selatan cenderung tenang dan tidak berombak. Karena itu, para bajak laut dan penculik bisa beraksi dengan modal kapal-kapal speedboat kecil, maupun kapal–kapal kayu tradisional. “Kita berharap tidak ada kasus yang ketiga, cukup dua kali dan mereka harus segera dibebaskan,” ujarnya.