Anggaran Media Kota Malang Rp12 M, Gizi Buruk Cuma Rp2 M
Kamis, 14 April 2016 - 17:32 WIB
Sumber :
VIVA.co.id - Pegiat antikorupsi menyebut Pemerintah Kota (Pemkot) Malang memboroskan anggaran untuk kerja sama dengan media massa. Anggaran untuk urusan media massa jauh lebih besar dibandingkan anggaran penanganan gizi buruk.
Baca Juga :
Berdasarkan APBD 2016, Malang Corruption Watch (MCW) menyebut Pemkot menggunakan anggaran sebesar Rp12,4 miliar untuk pos pemberitaan dan penyiaran melibatkan media massa. Anggaran itu menempel pada sejumlah pos pembelanjaan berbeda.
Rinciannya, pos belanja jasa pemberitaan dan penyiaran Dinas Pendapatan sebesar Rp850 juta, Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informasi sebesar Rp188 juta, pembinaan lembaga penyiaran Rp9 juta, sosialisasi bea cukai Rp2 miliar, dan anggaran Bagian Hubungan Masyarakat Pemkot Malang sebesar Rp6,3 miliar.
Hayyik Ali, Wakil Koordinator MCW, mengatakan anggaran untuk pos itu terus meningkat selama tiga tahun terakhir. Tahun 2014 anggaran serupa mencapai Rp5,7 miliar, tahun 2015 naik menjadi Rp10,2 miliar, dan tahun 2016 mencapai Rp12,4 miliar.
“Anggaran itu paling besar jika dibandingkan anggaran dari APBD milik Kota Batu untuk pos serupa tahun ini sebesar Rp6 miliar dan Kabupaten Malang sebesar Rp3,5 miliar,” kata Hayyik di Malang pada Kamis, 14 April 2016.
Anggaran itu digunakan untuk kerja sama pemberitaan dengan sejumlah media massa. Pemkot memiliki pos anggaran lain untuk kampanye kegiatan dan program di luar jumlah itu. "Itu khusus kerja sama dengan media massa. Mereka juga punya anggaran lain untuk website, majalah, videotron, selebaran, dan hal lain untuk program mereka sendiri," katanya.
Anggaran gizi buruk
MCW menyimpulkan anggaran itu termasuk pemborosan. Angkanya lebih besar jika dibandingkan dengan angka untuk penanganan gizi buruk di Kota Malang tahun 2016. Program penanggulangan gizi buruk tahun 2016 dialokasikan sebesar Rp700 juta. Ada anggaran lain untuk program Pemberian Makanan Tambahan sebesar Rp2 miliar.
“Sedangkan penderita gizi buruk di Malang cukup besar. Dari data di media massa, penderita gizi buruk di Malang menjadi nomor dua terbesar di Jawa Timur,” kata Hayyik.
Selain itu, pos untuk pemberitaan juga tidak efektif sebab pencitraan pada media tak berdampak langsung pada kesejahteraan masyarakat. Jika program Pemkot menarik, media akan sukarela mengabarkan.
“Malang juga punya Kelompok Informasi Masyarakat (KIM) di setiap kelurahan. Kenapa tidak menggunakan itu saja agar lebih efisien. Media digital juga bisa dioptimalkan untuk memangkas anggaran,” ujarnya.
Tanggapan Pemkot
Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Pemkot Malang, Widianto, tidak membantah besaran anggaran untuk media. Menurutnya, ada peningkatan anggaran sebesar Rp2 miliar di tahun 2016 karena berlangsungnya kegiatan nasional, yaitu Indonesia Creative Cities Conference (ICCC) pada awal April 2016. Anggaran itu juga tidak hanya untuk pemberitaan, melainkan juga kegiatan lain, seperti operasional protokol dan dokumentasi.
Realisasi Program dan Kegiatan Bagian Humas Tahun Anggaran 2015, terdapat realisasi penggunaan anggaran sebesar Rp8,1 miliar dengan Rp4 miliar di antaranya digunakan untuk program kerja sama informasi dan media massa. Tujuan dan hasil kegiatan itu adalah untuk membangun citra Kota Malang.
“Ada lebih dari 30 media yang terakomodasi untuk tahun kemarin. Apakah pantas angka itu untuk publikasi. Tergantung sudut pandangnya,” kata Widianto.
Menurutnya kepentingan Pemkot Malang adalah menjual Kota Malang. “Kiranya kalau ditanyakan pada manajemen media akan terpahami,” ujarnya.