Pemerintah Bantah Utus Umar Patek Jadi Negosiator
- ANTARA/M Agung Rajasa
VIVA.co.id - Tenggat waktu pembebasan 10 warga negara Indonesia (WNI) yang disandera oleh kelompok Abu Sayyaf habis hari ini. Pemerintah dikabarkan mengirim beberapa utusan, di antaranya melibatkan mantan teroris Umar Patek sebagai negosiator.
Menanggapi hal ini, Wakil Presiden RI Jusuf Kalla membantah kabar tersebut. Menurutnya, Umar Patek memang menawarkan bantuan tersebut.
"Ah enggak ada itu. Iya dia (Umar Patek) menawarkan diri, tapi kita tidak ingin negosiasi seperti itu. Jadi lewat pemerintah," kata JK di kantornya, Jakarta, Jumat, 8 April 2016.
Menurutnya, saat ini pemerintah Indonesia terus berkomunikasi dengan pemerintah Filipina, yakni termasuk soal keadaan, perkembangan dan sebagainya. JK menegaskan, hingga kini tidak ada pembicaraan mengenai biaya tebusan. Begitu pun dengan tenggat waktu. Menurutnya, pemerintah sama sekali tak bicara soal tenggat waktu.
Lalu saat ditanya soal niat perusahaan pengirim awak kapal yang ingin membayar tebusan, JK menyatakan pemerintah Indonesia tak bisa melakukan kontrol pada perusahaan jika ingin melakukan penebusan tersebut. Terlebih lagi, pemerintah juga tak mendorong perusahaan melakukan penebusan.
"Sekali lagi, pemerintah tak pernah berbicara tentang bayar membayar, tidak sama sekali. Tidak. Dan soal waktu itu tak ada informasi yang jelas siapa yang katakan itu waktu itu karena di Filipina juga tak ada deadline seperti itu," kata JK.
Sebelumnya, Kementerian Luar Negeri menerima informasi adanya pembajakan pada 10 awak kapal berkewarganegaraan Indonesia di Perairan Filipina. Kapal WNI ini membawa 7.000 ton batubara. Kapal ini diketahui dibajak setelah pemiliknya ditelepon dari orang yang mengaku kelompok Abu Sayyaf. Kelompok ini pun meminta tebusan Rp14,2 miliar paling lambat 8 April 2016.