Jaksa Buka Lagi Bukti Baru di Praperadilan La Nyalla

Suasana praperadilan tersangka La Nyalla Mattalitti.
Sumber :
  • VIVA.co.id/ Nur Faishal.

VIVA.co.id - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur, termohon praperadilan yang diajukan La Nyalla Mattalitti, tersangka korupsi dana hibah Kadin Jatim, mati-matian membendung sangkalan La Nyalla. Jaksa kembali buka-bukaan bukti baru yang diperoleh di penyidikan.

Selain keterangan saksi ahli dari termohon, sidang praperadilan La Nyalla di PN Surabaya kali ini, Jumat, 8 April 2016, juga membeberkan bukti baru yang dikantongi penyelidik dan penyidik. Bukti itu ditunjukkan termohon di muka hakim tunggal, Ferdinandus, dan disaksikan tim kuasa hukum La Nyalla selaku pemohon.

Kepala Seksi Penyidikan Pidana Khusus Kejati Jatim, Dandeni Herdiana mengatakan, ada beberapa bukti baru yang ditunjukkan institusinya di sidang kali ini. Bukti baru itu, di antaranya, dugaan rekayasa kuitansi pengembalian utang dari La Nyalla kepada Kadin Jatim dan bukti penjualan seluruh saham IPO Bank Jatim oleh pemohon.

Bukti dugaan rekayasa pengembalian utang, terang Dandeni, terlihat pada materai yang tertempel di lima lembar kuitansi pengembalian utang yang di atasnya terbubuh tanda tangan La Nyalla.

Pada kalender yang tertulis di kuitansi, pengembalian utang uang hibah oleh La Nyalla terjadi pada bulan Oktober dan November 2012. Namun, kata Dandeni, materainya diproduksi pada tahun 2014.

"Kuitansinya lima lembar, tiga untuk Nelson Sembiring dan dua lembar untuk Diar Kusuma Putra. Kuitansi dibuat Oktober dan November tahun 2012, sedangkan materainya diproduksi tahun 2014," katanya di pengadilan.

Penyidik, lanjut Dandeni, memastikan bahwa materai di lima lembar kuitansi itu diproduksi pada tahun 2014 berdasarkan keterangan saksi ahli. Dengan bukti itu, penyidik menduga kuat ada upaya rekayasa pengembalian utang uang hibah oleh tersangka kepada Kadin Jatim, yang mulanya dipakai untuk membeli saham perdana atau IPO Bank Jatim. "Ada rekayasa kuitansi," ujarnya.

Selain kuitansi, jelas Dandeni, penyidik juga menemukan bukti adanya penjualan seluruh saham IPO Bank Jatim pada Februari 2015. Bukti itu berbeda dengan apa yang disampaikan kuasa hukum La Nyalla di sidang sebelumnya, yang menyampaikan bahwa penjualan seluruh saham terjadi pada tahun 2013.

Bukti penjualan saham pada tahun 2015 itu, lanjut Dandeni, diperoleh penyidik dari tempat penjualan saham Mandiri Sekuritas. Semua bukti diperoleh dalam rentang waktu tanggal 10 sampai 15 Maret 2016.

"Tanggal 16 Maret 2016 baru kami tetapkan La Nyalla sebagai tersangka. Jadi tidak benar kalau bukti diperoleh setelah penetapan tersangka. Pemohon harus tahu beda barang bukti dan alat bukti," ujarnya melanjutkan.

Dandeni mengakui bukti-bukti itu akan disampaikannya pada sidang praperadilan kali ini. Ia dijadwalkan akan bersaksi dalam sidang. Ia mengakui bukti itu sudah masuk materi pokok perkara yang seharusnya dibuka saat sidang perkara ini digelar di Pengadilan Tipikor, bukan di praperadilan. "Kami terpaksa buka bukti ini," katanya.

Sebelumnya, tim kuasa hukum La Nyalla, Sumarso, menyampaikan bahwa pembelian IPO Bank Jatim pada Juli 2012 dengan menggunakan uang hibah Kadin Rp5,3 miliar dilakukan oleh Diar Kusuma Putra, Wakil Ketum Kadin Jatim, tanpa sepengatahuan La Nyalla selaku ketua umum.

La Nyalla lalu membuat surat pernyataan utang pada tahun 2012 setelah tahu namanya dicatut pada pembelian saham tersebut. Dan kerugian negara akibat korupsi hibah Rp5,3 miliar sudah dikembalikan oleh Diar Kusuma Putra dan Nelson Sembiring, terpidana korupsi hibah Kadin Jatim.
"Jadi Pak Nyalla tidak tahu soal pembelian IPO Bank Jatim. Klien kami namanya hanya dipakai," kata Sumarso.

Seperti diketahui, La Nyalla mempraperadilankan Kejati Jatim atas penetapannya sebagai tersangka dugaan korupsi hibah Kadin Jatim senilai Rp5 miliar. Versi penyidik, uang itu diduga digunakan untuk membeli saham perdana Bank Jatim pada tahun 2012. La Nyalla kini dinyatakan buron dan terlacak di Singapura.

Pemohon dan termohon praperadilan La Nyalla Mattalitti saat melihat bukti dari termohon di PN Surabaya, Jumat, 8 April 2016.

(mus)