Jaksa Beberkan Bukti Korupsi La Nyalla di Praperadilan

Sidang praperadilan La Nyalla Mattaliti di Pengadilan Negeri Surabaya
Sumber :
  • VIVA.co.id/Nur Faishal

VIVA.co.id - Sidang lanjutan praperadilan dugaan korupsi pembelian saham perdana Bank Jatim dari hibah Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jawa Timur kembali digelar di Pengadilan Negeri Surabaya, Rabu, 6 April 2016. Pada sidang kali ini, Jaksa dari Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, buka-bukaan soal barang bukti pelanggaran hukum yang dilakulan La Nyalla.

Sidang kali ini mengagendakan tanggapan termohon (Kejaksaan Tinggi Jawa Timur) atas permohonan praperadilan yang dibacakan kuasa hukum pemohon, La Nyalla Mattalitti, pada Selasa, 5 April 2016. Secara bergiliran, tiga jaksa membacakan tanggapannya dalam sidang yang dipimpin hakim tunggal Ferdinandus itu.

Dalam tanggapannya, jaksa menyampaikan materi pokok perkara yang membuat La Nyalla ditetapkan sebagai tersangka. Tanggapan dimulai dari adanya pengucuran hibah yang diperoleh Kadin Jatim dari Pemprov setempat setiap tahun, dari tahun 2011 hingga 2014. Nilai total hibah diterima Rp48 miliar.

Hibah diperoleh, jelas jaksa, setelah Kadin Jatim mengajukan proposal dan disetujui Pemprov Jatim. Hibah tersebut semestinya digunakan untuk kegiatan sesuai peruntukannya sesuai proposal. Namun, pada 2012, hibah sebesar Rp5 miliar digunakan untuk kepentingan lain.

"Menggunakan dana hibah sebesar Rp5 miliar untuk kepentingan pembelian saham IPO Bank Jatim atasnama pribadi, Ir. H. La Nyalla Mahmud Mattalitti, pada tanggal 6 Juli 2012," kata jaksa.

Jaksa juga membeberkan proses penerimaan uang hibah tersebut hingga kemudian dibelikan saham. Kata jaksa, setelah proposal disetujui, lalu disalurkanlah uang langsung dari kas Pemprov Jatim ke rekening Kadin setempat di Bank Jatim.

Pada tanggal 6 Juli 2012, lanjut jaksa, uang hibah sebesar Rp5 miliar lebih dipindahkan dari rekening Kadin Jatim ke rekening pribadi La Nyalla Mattalitti untuk kepentingan pembelian 12.340.500 lembar saham IPO Bank Jatim. "Hal itu melanggar Pasal 19 ayat (1) UU No 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah," ujar jaksa.

Jaksa juga membeberkan soal penjualan 12.340.500 lembar saham IPO Bank Jatim yang dilakukan La Nyalla selama empat kali pada Februari 2013, dengan nilai total hasil penjualan Rp6,1 miliar. Untung Rp,1,1 miliar dari saat saham dibeli, Rp5 miliar.

"Selisih (keuntungan) Rp1,105 miliar dinikmati selaku pribadi oleh saudara termohon (La Nyalla) dengan menggunakan uang negara. Seharusnya, selisih tersebut menjadi milik negara," kata jaksa.

Usai persidangan, salah satu jaksa yang hadir di sidang, Atip, menjelaskan, bahwa bukti-bukti yang dibeberkan dalam praperadilan itu adalah dua alat bukti hasil penyidikan dugaan korupsi La Nyalla. " Masih ada bukti lain tidak kami sampaikan, karena seharusnya disampaikan di sidang materi pokok perkara di pengadilan," ujarnya.

Sementara itu, kuasa hukum La Nyalla, Sumarso, tidak mempermasalahkan bukti-bukti tersebut dibeberkan jaksa di sidang praperadilan. Ia justru mengaku senang bahwa bukti-bukti tersebut diperoleh penyidik pada 30 Maret 2016, beberapa hari setelah sprindik dan surat penetapan tersangka La Nyalla diterbitkan Kejaksaan.

Menurutnya, itu menunjukkan bahwa penetapan La Nyalla sebagai tersangka pada 16 Maret 2016 betul-betul diputuskan sebelum penyidik menemukan dua alat bukti cukup seperti diatur dalam KUHAP. "Saya berterima kasih kepada termohon yang jujur menyampaikan bukti diperoleh secara sah pada 30 Maret 2016," kata Sumarso.

Seperti diketahui, La Nyalla mempraperadilankan Kejati Jatim atas penetapan dirinya sebagai tersangka dugaan korupsi hibah Kadin Jatim senilai Rp5 miliar. Versi penyidik, uang itu diduga digunakan untuk membeli saham perdana Bank Jatim pada tahun 2012.