Pemerintah Dianggap Abaikan Pembebasan WNI dari Abu Sayyaf
- Ist
VIVA.co.id - Pemerintah dianggap lepas tangan karena membiarkan perusahaan dari 10 awak kapal Tugboat Brahma 12, menyelesaikan masalahnya sendiri dengan memberi tebusan kepada kelompok separatis Abu Sayyaf.
Menurut anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat, Effendi Simbolon, Pemerintah seperti lepas tangan dalam urusan ini. Padahal pembayaran tebusan masih bisa dihindari.
Diketahui, kelompok bersenjata Abu Sayyaf meminta uang tebusan sebesar 50 juta peso atau setara Rp14,2 miliar yang harus diberikan pada 8 April 2016.
"Kita jadi bertanya-bertanya, prihatin, sepetinya urusan ini antara private to private. Seolah persoalan pengusaha yang punya anak buah, dengan para penjahat yang berkategori separatis," kata Effendi saat ditemui di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu, 6 April 2016.
Seperti diberitakan, Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Luhut Binsar Panjaitan mengatakan pembayaran itu adalah inisiatif perusahaan. Pernyataan itu disesalkan Effendi.
"Dari sisi DPR, saya prihatin. Apalagi disampaikan pejabat-pejabat teras di Indonesia. Memberikan sinyal seperti itu menimbulkan tanda tanya, apakah itu yang dimaksdud negara hadir," ujar Effendi.
Politikus PDI Perjuangan ini ingin Pemerintah RI mencontoh pemerintah Filipina yang turun tangan ketika meminta eksekusi Mary Jane ditunda. Pemerintah didesak untuk menggunakan kekuatannya dalam membebaskan para sandera.
"Harus dikedepankan kedaulatan bangsa kita. Jangan nanti berpikir 'oh akan ganggu rating pencitraan kalau gagal'. Jadi harus serius," kata Effendi. (ase)