Bongkar Suap Podomoro, KPK Harus Dengar Keterangan Ahok
Sabtu, 2 April 2016 - 17:15 WIB
Sumber :
- Taufik Rahadian
VIVA.co.id - Elemen yang tergabung dalam Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut tuntas dugaan suap Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) yang menyeret nama Ketua Komisi D DPRD DKl Jakarta, M Sanusi, dan Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land, Ariesman Widjaja.
"Kami berterima kasih kepada KPK yang mengungkap isu strategis praktik korupsi di proyek reklamasi. Kami menduga ada keterlibatan anggota lain yang mungkin bisa ditelaah lebih dalam oleh KPK," ujar Ketua Umum Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI), Riza Damanik, saat konferensi pers di kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Jakarta Sabtu 2 April 2016.
Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta juga meminta KPK untuk terus mengusut keterlibatan pihak swasta dalam proyek reklamasi Teluk Jakarta karena diduga adanya kecenderungan manipulasi. Menurut Riza, selain keterlibatan Korporasi PT Agung Podomoro Land (APL), juga ada dugaan adanya keterlibatan pihak swasta lainnnya.
"Kami juga minta KPK periksa pihak swasta yang terlibat, tidak hanya pengembang tapi dugaan praktik korupsi yang serupa seperti penambangan pasir. Kami menduga sangat sarat manipulatif," kata Riza.
Sama halnya dengan Perwakilan Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, Muhamad Isnur meminta agat KPK menelusuri praktik suap di perusahaan-perusahaan pengembang.
"KPK harus menyasar, meneliti dengan benar ke perusahaan lain. Ini menandakan proyek reklamasi yang sarat korupsi," ujar Isnur.
Tak kalah penting, ia berpendapat, Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, juga harus diminta keterangan atas proyek reklamasi Teluk Jakarta ini.
"Harus dong (Ahok). Karena dia yang memberikan izin," katanya.
Diketahui, Ketua KPK, Agus Rahardjo, sebelumnya mengungkapkan bahwa terungkapnya perkara ini bermula dari operasi tangkap tangan yang dilakukan pada sekitar pukul 19.30 WIB, Kamis, 31 Maret 2016 di sebuah pusat perbelanjaan.
Tim Satgas KPK menangkap Sanusi beserta seorang koleganya bernama Geri, setelah sebelumnya menerima sejumlah uang dari seorang karyawan Agung Podomoro Land bernama Triananda Prihantoro.
Pada tangkap tangan tersebut, Tim KPK juga mengamankan Triananda di kantornya di kawasan Jakarta Barat serta mengamankan Sekretaris Direktur Agung Podomoro di rumahnya di daerah Rawamangun, Jakarta Timur. Pada saat penangkapan itu, pihak KPK juga telah mengamankan uang sebesar Rp1,14 miliar yang diduga bagian dari commitment fee.
Diduga, uang tersebut merupakan suap terkait pembahasan dua Raperda DKl Jakarta terkait reklamasi. "Raperda tentang rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil Provinsi Jakarta 2015-2035 dan Raperda tentang rencana kawasan tata ruang kawasan strategis pantai Jakarta Utara," kata Agus.
Usai melakukan pemeriksaan secara intensif, pihak KPK menetapkan tiga orang tersangka dalam kasus ini. Diduga sebagai pihak penerima suap, pihak KPK menetapkan Sanusi sebagai tersangka.
Dia disangka telah melanggar Pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor jo pasal 64 ayat 1 KUHP.
Sementara, KPK menetapkan Arieswan dan Triananda, diduga sebagai pihak pemberi, sebagai tersangka.
Baca Juga :
Keduanya diduga telah melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 5 ayat 1 b atau pasal 13 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor jo pasal 55 ayat (1) ke-1 jo pasal 64 ayat 1 KUHP.
Baca Juga :