Kapolda: Sulawesi Utara Dikepung Teroris dari Darat dan Laut

Ilustrasi/Suasana setelah baku tembak aparat keamanan dengan teroris di Poso pada 2016 lalu.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Bayu

VIVA.co.id – Penyanderaan 10 warga negara Indonesia (WNI) awak Tugboat Brahma 12, oleh kelompok Abu Sayyaf di Filipina memberikan sinyalemen ancaman tambahan di Sulawesi Utara (Sulut).

Menurut Kapolda Sulut, Brigjen Wilmar Marpaung, peristiwa ini menunjukkan nyatanya ancaman terorisme di wilayahnya.

"Sulut berbatasan langsung dengan Filipina Selatan, di mana kelompok ini (Abu Sayyaf) bermarkas. Tak menutup kemungkinan mereka masuk ke wilayah kita, atau orang Indonesia yang ke sana, lalu balik membawa senjata," ujar Wilmar, usai pelantikan Walikota dan Wakil Walikota Bitung di Graha Gubernuran Manado, Rabu 30 Maret 2016.

Dia menjelaskan, sebelum penyanderaan ini terjadi, pihaknya sudah memperketat penjagaan di wilayah perbatasan, baik di darat maupun kawasan perairan.

"Di darat, kita berbatasan dengan Poso yang merupakan markas kelompok teroris Santoso. Di laut, kita berbatasan dengan Filipina Selatan, tempat kelompok teroris Abu Sayyaf bermarkas. Sudah kita jaga ketat," katanya.

Melihat kenyataan ini, Wilmar berjanji untuk terus menyiagakan pasukannya demi menjaga keamanan masyarakat. Ini dikarenakan, kelompok teroris berpotensi meneror warga.

"Ini sangat berbahaya. Jangan sampai mereka masuk ke Sulut. Kalau kita lengah, mereka bisa beraksi. Bisa membawa kerusuhan dan aksi pengeboman," terangnya.

Pihaknya pun sudah menginstruksikan setiap Polres dan Polsek di bawah jajaran untuk bekerja sama dengan pemerintah daerah melakukan razia KTP. "Tamu wajib lapor 24 jam. Jika ada yang mencurigakan segera beritahu kami, kita akan tindak tegas," tegas Wilmar. (one)