Abu Sayyaf Pernah Sandera WNI Selama 164 Hari

Ilustrasi/Pemimpin Abu Sayyaf di Filipina, Isnilon Hapilon.
Sumber :
  • Youtube

VIVA.co.id – Awak Tugboat Brahma 12, tengah disandera kelompok milisi Abu Sayyaf sejak Sabtu, 26 Maret 2016. Kelompok penyandera juga meminta tebusan 50 juta peso, atau sekitar Rp15 miliar.

Kelompok Abu Sayyaf diketahui memiliki basis di kawasan Barat Daya Filipina, yaitu di sekitar Kepulauan Jolo dan Basilan. Kelompok ini juga sudah menyatakan loyalitasnya pada Islamic State of Iraq and Syria (ISIS).

Dikutip dari situs resmi Kementerian Luar Negeri RI, penyanderaan WNI di laut Sulawesi atau daerah selatan Filipina oleh kelompok Abu Sayyaf, bukan kali pertama terjadi.

Pada 2005, saat pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, pernah terjadi peristiwa penyanderaan WNI yang menjadi awak kapal Bonggaya 91. Mereka adalah Yamin Labuso, Erikson Hutagaol dan Ahmad Resmiadi. Ketiganya disandera pada 30 Maret 2005.

Drama penyanderaan ini berlangsung cukup lama, karena Yamin dan Erikson baru dibebaskan pada 12 Juni 2005, atau 73 hari setelah mereka disandera. Pembebasan kedua WNI ini dilakukan oleh Southern Command AFP atau Komando Wilayah Selatan Angkatan Bersenjata Filipina, melalui operasi militer.

Sementara kapten kapal Bonggaya 91, Ahmad Resmiadi, baru dibebaskan setelah dia disekap selama 164 hari, atau pada 10 September 2005. Pembebasan Ahmad berhasil dilakukan berkat kerjasama intelijen aparat keamanan Indonesia dan Filipina.

Belakangan diketahui, dalam operasi pembebasan ini, pemerintah lewat Kementerian Luar Negeri RI mengeluarkan biaya untuk membebaskan sandera.

Hal ini diakui Wakil Presiden Jusuf Kalla, pada sidang kasus dugaan korupsi penyelengaraan 12 pertemuan dan sidang internasional di Kementerian Luar Negeri tahun 2004-2005, dengan terdakwa mantan Sekretaris Jenderal Kemlu, Sudjadnan Parnohadiningrat, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta.

"Saya tahu bahwa ada dana membayar suatu biaya untuk pembebasan. Sumbernya saya tidak tahu, tapi dari pemerintah silakan, demi menyelamatkan WNI," jelas Kalla saat memberikan kesaksiannya, 4 Juni 2014. (one)