Populer di Media Sosial, Mbah Gini Mengeluh Tak Bisa Jualan
- VIVA.co.id/D.A Pitaloka
VIVA.co.id – Rumah Mbah Gini, di RT 11 RW 03 Desa Sanankerto Kecamatan Turen Kabupaten Malang kini menjadi lebih bersih dan lebih baik setelah bantuan dari orang asing mengalir deras sejak tiga hari terakhir.
Janda berusia 75 tahun yang hidup sebatang kara itu mengucapkan terima kasih pada semua yang peduli padanya.
Sayangnya, kini Mbah Gini tak bisa lagi berjualan sapu lidi. Banyak tetangga yang melarang Mbah Gini mencari daun kelapa di sawah untuk dijadikan sapu lidi. Tetangga menilai hal itu hanya akan mengotori rumahnya.
Senin pagi, 21 Maret 2016, Mbah Gini terlihat duduk di pintu rumahnya sambil mengenakan kebaya. Baju berwarna pink yang dikenakan terlihat pudar warnanya. Rambut putihnya diikat dengan gelang karet warna kuning.
Sebatang rokok menyala di tangan kanannya. Mbah Gini tinggal di rumah itu sejak 1990, setelah suaminya meninggal. Warga setempat, bernama Mbah War, meminjamkan sepetak tanah di dekat rumahnya dan kemudian dijadikan tempat tinggal Mbah Gini hingga saat ini.
Tahun 2011 pemerintah desa setempat memperbaiki rumah Mbah Gini menggunakan dana Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM). Jadilah rumah pinjaman itu berdinding tembok, beralas ubin dan memiliki satu kamar tidur.
Mbah Gini lebih suka pergi ke sungai dekat rumah untuk keperluan mandi dan buang air. Rumahnya tak memilki kamar mandi sendiri.
Rumah berdinding tembok itu kian kotor setelah Mbah War meninggal. Tanpa Mbah War, Mbah Gini tak lagi sering mandi. “Kalau tidur di kamarnya ada ayam dan bebek, sehari-hari ya dengan piaraannya,” kata Eko, ketua RT setempat.
Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, Mbah Gini mencari daun kelapa yang telah kering untuk dijadikan sapu lidi. Terkadang tetangganya juga sering mengantarkan makanan.
Dengan bekerja sendiri, nenek yang tak lagi bisa mendengar dengan baik itu bisa membeli nasi atau tembakau untuk rokoknya, jika tetangga kanan dan kiri sedang sibuk.
Sepekan terakhir, foto Mbah Gini sedang memanasi nasi goreng dikelilingi ayam tersebar luas di media sosial. Sejumlah media massa pun datang untuk melakukan klarifikasi atas kabar itu dan menulisnya beramai-ramai.
Imbasnya, banyak dermawan yang ingin datang membantu Mbah Gini. Ada perorangan, ada sepasang suami istri, mahasiswa ataupun komunitas yang juga menyumbangkan kaos bercetak nama komunitas mereka pada mbah Gini.
"Jumat kemarin ada yang menyumbang untuk memperbaiki rumah. Kami tambah bangunan teras di depan dan belakang. Dindingnya di cat. Selebihnya kami bergantian membersihkan rumah agar bersih dan tak berbau," katanya.
Tempat tidurnya pun kini berganti spring bed berukuran besar. Lemari dengan sejumlah rak dari plastik juga memenuhi kamarnya kini.
Mbah Gini pun mengaku senang dengan bantuan yang mengalir. Nenek yang hidup sendiri itu berharap Tuhan membalas kebaikan para dermawan yang peduli padanya.
Ada yang menyumbang uang, beras, mie instan, air mineral hingga peralatan kosmetik seperti bedak. Mbah Gini mengaku kini tak memiliki keinginanan apapun. Namun dia bersedih lantaran tak boleh membuat sapu lidi lagi.
"Saya dimarahi, tidak boleh mencari blarak (daun kelapa kering), tak boleh membuat sapu lidi, nanti rumahnya kotor lagi. Dulu uangnya bisa saya buat beli nasi, jika Mimin (anak Mbah War) atau tetangga yang lain lupa mengirim nasi,” ujarnya.
Wajahnya penuh dengan garis keriput, jalannya tak lagi tegak, namun Mbah Gini masih ingin hidup mandiri tanpa merepotkan tetangganya.