Kuasa Hukum Nilai Deponering Kasus AS dan BW Salahi Prosedur

Suasana sidang pra peradilan deponering kasus AS dan BW, Kamis, 17 Maret 2016.
Sumber :
  • VIVA.co.id/ Foe Peace Simbolon

VIVA.co.id – Ficky Fiher, selaku kuasa hukum dari Otto Cornelius (OC) Kaligis dan Suryadharma Ali (SDA), menilai deponering yang dilakukan Jaksa Agung HM Prasetyo terhadap kasus yang diduga melibatkan Abraham Samad (AS) dan Bambang Widjojanto (BW) telah menyalahi prosedur. Lantaran itu, pihaknya mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel).

"Deponering itu memang hak jaksa agung, tapi apakah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan undang-undang (UU)? Harusnya ada rekomendasi serta koordinasi dengan lembaga terkait. Dari DPR sendiri kan bilang lanjut ke persidangan, tapi kenapa dihentikan," katanya di PN Jaksel, Jalan Ampera Raya, Jakarta Selatan, Kamis, 17 Maret 2016.

Menurut Ficky, deponering terhadap kasus AS dan BW salah karena tidak sesuai dengan keputusan DPR yang mengatakan kasus tersebut tetap dilanjutkan.

"Pihak kejaksaan bilang deponering adalah kepentingan umum, tapi yang mana. Padahal DPR kan respresentasi umum, jadi kelihatan ini artinya bicara wilayah politik. Kami dukung KPK, tapi kalau dalam proses hukum kita harus sama-sama hormati, takutnya nanti sama kayak kasus BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia)," katanya.

Seperti diketahui, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menggelar sidang praperadilan yang dilayangkan oleh dua terpidana kasus korupsi, OC Kaligis dan Suryadharma Ali (SDA), Kamis, 17 Maret 2016. 

Sebelumnya, Jaksa Agung Prasetyo resmi melakukan deponering atau pengesampingan perkara terhadap kasus dua mantan pimpinan KPK, Abraham Samad (AS) dan Bambang Widjojanto (BW), Rabu, 3 Maret 2016.

Abraham Samad ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan pemalsuan dokumen kartu tanda penduduk. Sementara Bambang Widjojanto disangka memerintahkan seorang saksi memberikan keterangan palsu dalam sidang sengketa Pilkada Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah, pada 2010 di Mahkamah Konstitusi.