Basmi Penyelundupan Jadi Tugas Perdana Kepala Bakamla

Pelantikan Irjen Tito Jadi Kepala BNPT dan Laksda Arie Jadi Kepala Bakamla. Rabu 16 Maret 2016.
Sumber :
  • VIVA.co.id/ Agus Rahmat

VIVA.co.id – Presiden Joko Widodo membuka rapat kabinet terkait penyelundupan yang digelar di Istana Negara, Jakarta, Rabu, 16 Maret 2016.

Dalam rapat ini, Kepala Badan Keamanan Laut (Bakamla), Laksamana Muda TNI Arie Soedewo, langsung diberi tugas pertamanya setelah beberapa jam lalu dilantik dan diambil sumpahnya di Istana Negara.

Presiden Jokowi dalam sambutan mengatakan, wilayah Indonesia yang memiliki ribuan pulau, sangat rawan terhadap praktik penyelundupan.

"17 ribu pulau di negara kita dari Sabang sampai Merauke yang sangat rawan sekali terhadap praktik penyelundupan barang. Baik produk pertanian yang kita lihat, barang industri, daging, perikanan, elektronika, dan illegal fishing," jelas Presiden.

Hal ini juga termasuk penyelundupan dan perdagangan narkotik dan obat-obatan terlarang. Masalah ini sudah ditetapkan sebagai musuh bersama oleh pemerintah.

Menurut Presiden, keberadaan barang selundupan akan mengganggu pasar di dalam negeri. Sebab, barang selundupan akan memiliki harga lebih murah, sehingga menciptakan persaingan usaha yang tidak sehat. Pada akhirnya, berpotensi mematikan industri dalam negeri.

"Saya minta langkah konkrit harus segera kita lakukan mengatasi masalah penyelundupan ini. Kepala Bakamla yang baru memiliki peran yang strategis dalam mengurangi penyelundupan ini," ujar Presiden Jokowi.

Presiden pun meminta agar pelabuhan-pelabuhan kecil dipantau, dengan menggiatkan patroli aparat keamanan.

Bahkan, Presiden menilai, patroli laut ini bisa berjalan lebih optimal, jika digelar bersama-sama dengan negara tetangga. Kerja sama ini diharapkan bisa meningkatkan penjagaan di wilayah perbatasan, karena umumnya penyelundupan masuk melalui 'jalur tikus' atau 'pelabuhan gelap'.

"Tindak tegas aparat yang ikut bermain menjadi beking, tidak ada ampun. Saya ingin juga tidak ada kongkalikong lagi. Baik dalam permasalahan dokumen, penyalahgunaan fasilitas, juga kuota impor," jelasnya.

Tak lupa, Presiden meminta reformasi tata kelola izin impor. Perubahan itu harus tercipta secara menyeluruh, pada semua sektor. "Semuanya harus terintegrasi dalam sebuah sistem IT yang baik," kata Jokowi. (ase)