Gatot Pujo Nugroho Divonis Tiga Tahun Penjara

Gubernur nonaktif Sumatera Utara, Gatot Pujo Nugroho
Sumber :
  • VIVA.co.id/Anhar Rizki Affandi

VIVA.co.id - Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi menjatuhkan pidana 3 tahun penjara kepada Gubernur Sumatera Utara nonaktif, Gatot Pujo Nugroho. Sementara istri Gatot, Evy Susanti divonis lebih ringan, yakni 2,5 tahun penjara.

Selain pidana penjara, majelis hakim juga menjatuhkan pidana denda pada Gatot dan Evy masing-masing Rp150 juta subsidair 3 bulan.

Pasangan suami lstri itu dinilai telah terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi berupa suap dalam dua dakwaan yang didakwakan Jaksa.

"Mengadili, menyatakan terdakwa 1, Gatot Pujo Nugroho dan terdakwa 2, Evy Susanti telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi," kata Ketua Majelis Hakim Sinung Hermawan saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin, 14 Maret 2016.

Pada dakwaan pertama, Gatot dan Evy telah terbukti memberikan suap puluhan ribu dolar kepada Hakim serta Panitera PTUN Medan.

Uang diberikan dengan tujuan untuk mempengaruhi putusan atas permohonan pengujian kewenangan Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara sesuai dengan Undang Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang administrasi Pemerintahan atas Penyelidikan tentang dugaan terjadinya Tindak Pidana Korupsi Dana Bantuan Sosial (Bansos), Bantuan Daerah Bawahan (BDB), Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan tunggakan Dana Bagi Hasil (DBH) dan Penyertaan Modal pada sejumlah BUMD pada Pemerintah Provinsi Sumatera Utara.

Perbuatannya tersebut dinilai telah memenuhi unsur-unsur dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.

Sementara pada dakwaan kedua, Gatot dan Evy juga terbukti telah memberikan suap Rp200 juta kepada Patrice Rio Capella selaku Sekretaris Jenderal dan juga anggota Komisi lll Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Uang diberikan agar Rio Capella menggunakan kedudukannya untuk mempengaruhi pejabat Kejaksaan Agung selaku mitra kerja Komisi lll DPR agar memfasilitasi islah.

Yakni guna memudahkan pengurusan penghentian penyelidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi Dana Bantuan Sosial (Bansos), Bantuan Daerah Bawahan (BDB), Bantuan Operasional Sekolah (BOS), tunggakan Dana Bagi Hasil (DBH) dan Penyertaan Modal pada sejumlah BUMD pada Pemerintah Provinsi Sumatera Utara yang ditangani Kejaksaan Agung.

Perbuatannya tersebut dinilai telah memenuhi unsur-unsur dalam Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (ase)