Kebakaran Hutan Mulai Marak, Riau Siaga Darurat

Ilustrasi kebakaran hutan.
Sumber :
  • ANTARA/Nova Wahyudi

VIVA.co.id - Kebakaran hutan dan lahan kembali marak di Riau. Titik api marak tersebar di berbagai daerah. Kondisi ini disikapi cepat oleh pemerintah provinsi Riau dengan menetapkan Riau status siaga darurat kebakaran hutan dan lahan.

Status ini diberlakukan mulai Senin, 7 Maret 2016, hingga tiga bulan ke depan. Penetapan status tersebut disampaikan langsung oleh Plt Gubernur Riau Arsyadjuliandi Rachman dalam rapat bersama Tim Satgas Siaga Karhutla.

Rapat tersebut diikuti Forkopimda Riau beserta TNI, Kepolisian dan instansi terkait lainnya di Lanud Roesmin Nurjadin, Pekanbaru.

"Penetapan status siaga darurat Karhutla ini bertujuan agar penanganan Karhutla bisa maksimal. Karena di beberapa daerah juga sudah menetapkan status yang sama," ujar Arsyahjuliandi Rachman.

Dia menambahkan, untuk mengantisipasi agar kebakaran hutan dan lahan tidak meluas seperti tahun-tahun sebelumnya, Pemprov Riau bersama tim lainnya akan dikerahkan untuk melakukan penanganan terhadap lahan-lahan yang terbakar.

Selain pemerintah, kalangan swasta juga mewanti-wanti meluasnya kebakaran hutan dan lahan. Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) memastikan seluruh anggotanya siap melakukan upaya pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan dan lahan jelang berakhirnya musim penghujan 2016.

Langkah yang harus dilakukan, termasuk manajemen tata air di lahan gambut, membangun sistem deteksi dini, dan menyiapkan perangkat pengendalian kebakaran. Selain itu, penguatan kolaborasi dengan masyarakat dan pemangku kepentingan juga harus dibangun.

Pasalnya, kata Wakil Ketua APHI Irsyal Yasman, kebakaran hutan dan lahan di Indonesia multidimensi dan kompleks. Untuk itu upaya pengendaliannya memerlukan kolaborasi aktif semua pihak.

"APHI berharap pemerintah dapat melakukan koordinasi para pihak di lapangan untuk langkah pencegahan di provinsi prioritas yang rawan kebakaran,” kata Irsyal.

Apel Pengusaha

Pentingnya kolaborasi tak lepas dari fakta bahwa penyebaran titik panas (hotspot) ada di kawasan hutan, termasuk hutan konservasi,  dan non kawasan hutan, seperti perkebunan dan lahan milik masyarakat.

Saat ini terdapat 274 unit manajemen izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu (IUPHHK) hutan alam (HPH) yang menjadi anggota APHI dengan luas wilayah kelola 24,5 juta hektare.

Sementara untuk IUPHHK hutan tanaman (HTI), anggota APHI terdapat 154 unit manajemen dengan wilayah kelola 7,4 juta hektare. Tidak semua pemegang IUPHHK menjadi anggota APHI karena sifatnya yang sukarela.

Untuk memastikan kesiapan menghadapi kebakaran hutan, anggota APHI akan mengikuti apel siaga di Palembang, Sumatera Selatan, hari ini. Apel juga akan dihadiri Menkopolhukam Luhut Panjaitan dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya.

Menurut Irsyal, untuk mencegah kebakaran di lahan gambut, anggota APHI melakukan manajemen tata air yang memastikan gambut tetap lembab sehingga tak mudah terbakar. Pembangunan kanal pun dilakukan sesuai dengan topografi sehingga mampu menunjang pertumbuhan tanaman tanpa mengeringkan gambut.

Untuk sistem deteksi dini, Irsyal mengungkapkan, pihaknya sudah bekerjasama dengan Persatuan Sarjana Kehutanan Indonesia (Persaki). Dalam sistem ini, APHI berperan mendistribusikan data titik panas (hotspot) hingga ke tingkat tapat dan memastikan setiap anggota mengambil respons yang tepat.

"Kami juga akan mengkoordinasikannya dengan satgas kebakaran hutan dan lahan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan," kata Irsyal.

Irsyal mengatakan, untuk merespons hotspot, anggota APHI terus meningkatkan sarana dan prasarana yang dimiliki. Teknologi tepat guna berupa alat khusus yang meningkatkan sebaran penyemprotan air sudah dimanfaatkan. Sementara peralatan pemadam seperti helikopter juga siap dioperasikan.

Irsyal  juga mengungkapkan, anggota APHI terus berinovasi dalam program kerjasama dengan masyarakat untuk pengendalian kebakaran. Selain melakukan pelatihan dan peningkatan kapasitas Masyarakat Peduli Api, anggota APHI kini juga mengembangkan program desa tanpa api. Lewat program ini, anggota APHI akan membantu menyiapkan peralatan pengolahan lahan tanpa bakar bagi masyarakat desa.

"Anggota APHI juga melakukan program agroforestry di 500 desa untuk Desa Makmur Peduli Api (DMPA) dan memberi insentif bagi desa yang terbukti tidak terjadi kebakaran (Desa Bebas Api)," ujar Irsyal. (ase)