Politikus PKS: Jaksa Agung Robek-robek Keadilan
- Antara/ Ismar Patrizki
VIVA.co.id – Langkah Jaksa Agung M Prasetyo yang mendopenering perkara dua mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi, Abraham Samad dan Bambang Widjojanto, menimbulkan tanya bagi Dewan Perwakilan Rakyat.
Anggota Komisi III DPR, Nasir Djamil, berpendapat deponering mencerminkan ketidakadilan hukum bagi warga negara Indonesia.
"Sepertinya di negeri ini ada warga kelas satu yang tidak boleh dihukum, meski pun prosesnya sudah dilimpahkan ke pengadilan," kata Nasir saat dihubungi, Jumat, 4 Maret 2016.
Nasir melihat sikap Prasetyo yang mendeponir kasus dua pimpinan KPK justru merusak citra penegakan hukum di Indonesia. Padahal, seorang Jaksa Agung seharusnya menjaga kepastian hukum.
"Kepastian dan keadilan hukum dirobek-robek oleh pedang Adhyaksa," tegasnya.
Politikus Partai Keadilan Sejahtera itu menambahkan putusan Jaksa Agung ini bukan hanya berdampak pada kekecewaan orang-perorang. Putusan itu juga akan menimbulkan kekecewaan lembaga lain karena dalam kasus ini kepolisian terlibat dalam proses hukum kedua mantan pimpinan KPK.
"Meskipun ini (deponering) adalah hak opportunitas Jaksa Agung tapi tetap saja akan menimbulkan kecemburuan dan keadilan bagi yang lain," tuturnya.
Jaksa Agung Muhammad Prasetyo resmi melakukan deponering atau pengesampingan perkara terhadap kasus dua mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi, Abraham Samad, dan Bambang Widjojanto, Rabu, 3 Maret 2016.
Menurut Prasetyo, langkah itu merupakan hak prerogatifnya berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan pasal 35 huruf c.
Abraham Samad ditetapkan sebagai tersangka setelah dilaporkan Feriyani Lim atas dugaan pemalsuan dokumen kartu tanda penduduk.
Sementara itu, Bambang Widjojanto disangka memerintahkan seorang saksi memberikan keterangan palsu dalam sidang sengketa Pilkada Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah, pada 2010 di Mahkamah Konstitusi. (ase)