Menkeu Harus Permudah Aturan Ganti Rugi Korban Salah Tangkap
- istimewa
VIVA.co.id - Institute Criminal Justice Reform (ICJR) meminta Menteri Keuangan mempermudah dan mengeluarkan aturan teknis tentang pembayaran ganti rugi terhadap korban salah tangkap atau peradilan sesat.
Direktur Eksekutif ICJR, Supriyadi Widodo mengatakan dari beberapa kasus yang pernah terjadi, mekanisme pencairan dana ganti rugi berbelit. Kondisi ini susah dipahami dan menjadi tidak efektif bagi orang awam. Kasus salah tangkap kerap melibatkan masyarakat bawa di kalangan akar rumput.
"Contoh kasus Sri Mulyati, seorang kasir, dalam tuduhan kasus mempekerjakan anak di tempat keraoke di Semarang. Dia sempat mendekam 13 bulan di penjara sebelum divonis bebas oleh Mahkamah Agung. Hingga hari ini belum memperoleh ganti rugi sebesar Rp7 juta. Prosedur berbelit menjadi salah satu alasan lamanya pencairan," ujar Supriyadi di Cikini, Jakarta, Selasa 23 Februari 2016.
Karena itu, ICJR mendorong agar ada revisi terhadap peraturan Menteri Keuangan No. 984/KMK.01/1983 tentang tata cara pembayaran ganti rugi. Apalagi, Pemerintah melalui PP No.92 Tahun 2015 juga telah mengatur jangka waktu pembayaran ganti rugi paling lama 14 hari sejak Menteri Keuangan menerima permohonan ganti rugi.
"PP ini mengamanatkan Menkeu membuat peraturan menteri yang lebih teknis untuk mengatur tata cara pembayaram ganti rugi," katanya.
Atas dasar itu, Supriyadi menyebut bahwa KMK 983 tersebut harus diganti dengan membuat aturan yang baru dimana beban dokumen tidak boleh lagi diletakkan pada pencari keadilan.
"Sehingga nantinya orang awam tidak dibebankan lagi dengan prosedur dan mekanisme yang sulit dipahami," ujarnya.