Pasca Digeruduk Ormas, Pesantren Waria Ditutup Sementara

Sejumlah polisi berjaga di pintu masuk pondok pesantren wanita pria (waria) Al Faatah di Kotagede, Yogyakarta, Jumat (19/2)
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Regina Safri

VIVA.co.id - Pasca digeruduk belasan anggota ormas Islam Front Jihad Islam (FJI), pondok pesantren waria yang berada di Dusun Celenan, Desa Jagalan, Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul, Yogyakarta dianjurkan untuk ditutup sementara untuk menghindari korban.

"Untuk menghindari jika ada korban," ujar Kepala Dukuh, Gatot Indriyanto, Jumat, 19 Februari 2016.

Menurut dia, warga sekitar tidak tahu kegiatan pondok pesantren tersebut. Masyarakat sekitar juga tidak pernah dilibatkan. Gatot bahkan mengetahui keberadaan pesantren tersebut dari orang luar yang menanyakan di balai desa.

"Datang ke balai desa menanyakan keberadaan pesantren tersebut, kami tahunya setelah menyebutkan alamat," ujar Gatot.

Di sisi lain, keberadan pesantren waria di Celenan, Banguntapan, Bantul selama ini tidak dipermasalahkan oleh masayarakat sekitar. Setidaknya hal itu yang disampaikan Ibu Deni yang tinggal persis di sebelah pesantren waria.

Menurut dia, rumah berbentuk joglo tersebut sering digunakan untuk kegiatan yang dilakukan kelompok tersebut seperti pengajian dan sejumlah aktifitas lainnya.

"Banyak tapi saya kurang tahu karena didalam," ucapnya.

Ibu Deni menjelaskan, rumah yang dijadikan pesantren itu sebelumnya milik nenek Shinta Ratri sang pengasuh pondok pesantren. "Itu dulu rumah Mbah Sumo, sekarang digunakan untuk pesantren itu," terang dia.

Dikecam

Sementara itu, pimpinan ponpes waria, Shinta Ratri mengecam aksi kekerasan yang dilakukan oleh ormas FJI. Sinta mengakui insiden tersebut menyebabkan keresahan anggota ponpes dan mengancam keselamatan mereka.

"Dengan adanya peristiwa ini kami mengecam tindak ancaman kekerasan dan menuntut jaminan rasa aman dari negara," kata Sinta. Dia berharap kejadian ini tidak terjadi di kemudian hari.

Shinta mengklaim apa yang dilakukan selama ini di dalam pondok pesantren sudah sesuai dengan tuntunan agama. "Karena di sini kami benar melakukan ibadah doanya sama dan ritualnya sama dengan umat islam lainnya," tuturnya.

Pesantren melakukan kegiatan setiap minggu sore mulai dari pukul 5 sampai 9 malam. Para santri waria mengaji, salat berjamaah hingga sharing kegiatan sehari-hari, yang diikuti 42 santrinya.

"Berbagai kegiatan mulai dari membaca Alquran, kalau yang belum bisa membaca Alquran membaca Iqro," ucapnya.

Salah seorang tokoh agama pendamping pesantren, Arif Nur Safri mengakui memang tidak semua orang bisa menerima apa yang dilakukan di dalam pondok pesantren. Meski begitu, segala tindak kekerasan dalam bentuk apapun tidak dibenarkan.

"Bahwa mereka tidak sepakat dengan pesantren waria bisa berdialog dengan baik," tegasnya. (ase)