Kisah Tragis Dua Pemulung Renta di Banjarnegara

Turiah dan Hadi, pasangan suami-istri pemulung yang tinggal di rumah kecil nan reot di kawasan Jalan DI Pandjaitan, Banjarnegara, Jawa Tengah.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Dwi Royanto
VIVA.co.id - Siapa sangka di tengah megahnya gemerlap lampu kota di kawasan Jalan DI Pandjaitan, Banjarnegara, Jawa Tengah, tinggal dua pemulung menempati rumah kecil dan reot. Mereka adalah dua orang tua renta bernama Hadi (70 tahun) dan Turiah (65 tahun).
 
Tak seperti rumah pada umumnya, bangunan yang berada tepat di belakang Taman Makam Pahlawan Banjarnegara itu adalah bekas gudang pupuk berukuran tiga kali dua meter. Kecil dan sederhana. Rumah itu tak lain milik seorang warga yang memiliki area persawahan di kawasan tersebut.
 
Hadi dan Turiah telah menempati sepetak bangunan reyot itu selama hampir dua tahun. Di bangunan kecil itu mereka tinggal dan melakukan aktivitas seperti keluarga lain pada umumnya, seperti memasak dan tidur bersama.
 
Untuk aktivitas mandi dan mencuci, keduanya mengambil air dari sumur milik warga yang tak jauh dari lokasi tinggal. Meski begitu, selama dua tahun bersama, mereka belum dinyatakan sah sebagai pasangan suami-istri.
 
Baru pada Selasa, 16 Februari 2016, mereka resmi menjadi pasangan suami-istri. Mereka dinikahkan oleh Pemerintah Kabupaten Banjarnegara di depan rumah reyot yang ditinggalinya.
 
Turiah dan Hadi saban hari menggantungkan nasib dari mencari sisa-sisa sampah di pusat kota. Dari pekerjaan memulung itulah mereka bertahan hidup. Hasilnya tak selalu cukup dan pas-pasan.
 
"Sehari mulung biasanya dapat Rp4 ribu, untuk makan berdua," kata Turiah ditemui VIVA co.id pada Kamis malam, 19 Februari 2016.
 
Menolak di panti
 
Turiah adalah warga Kecamatan Wanadadi, Banjarnegara. Dia memiliki seorang anak dari suami pertamanya yang telah meninggal. Namun dia memilih tak tinggal bersama putranya karena tak ingin merepotkan anak semata wayangnya. Hadi tercatat sebagai warga Arga Soka, Kecamatan Banjarnegara. Tak jelas di mana keluarganya, namun beberapa kali pria yang memiliki kelainan psikis itu selalu menolak jika hendak ditempatkan di Panti Sosial.
 
"Sudah tiga kali ada di panti sosial. Tapi saya tidak betah dan memilih di sini. Saya tidak mau pindah, mau di sini saja," ujar Hadi.
 
Sore itu, Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, didampingi Bupati Banjarnegara, Sutedjo Slamet Utomo, menyambangi gubuk tempat kedua pemulung renta ini tinggal. Gubernur beberapa kali menanyakan ihwal pekerjaan dan alasan kedua pasangan yang baru dinikahkan dua hari itu tinggal di gubuk reyot.
 
"Mbah, mbok Mbah Hadi dirayu agar mau pindah di panti. Di panti, Mbah Turiah dan Mbah Hadi bisa tidur nyenyak," kata Ganjar kepada Turiah.
 
"Saya mau saja, Pak. Tapi Mbah Hadi selalu tidak mau kalau di panti," Turiah menjawab dengan dialeg khas Jawa Banjarnegara.
 
Dibangunkan rumah
 
Ganjar berharap Pemerintah Kabupaten Banjarnegara melalui Dinas Sosial dan aktivis bisa merayu Turiah dan Hadi agar mau dipindahkan di Panti Sosial.
 
"Mohon maaf, bapaknya kan ada persoalan psikotik. Ternyata sudah tiga kali di panti tapi selalu pergi. Kita tidak bisa memaksa, maka pelan-pelan kita bujuk, karena ini tugas negara," kata Ganjar.
 
Jika memang keduanya menolak, Ganjar menawarkan opsi lain agar mereka bisa ditangani dengan layak. Salah satunya mengembalikan kepada anaknya untuk dibangunkan rumah di kampung halamannya.
 
"Mereka tak punya tanah. Kalau ini tanahnya maka saya bangunkan rumah. Kalau bisa dikembalikan ke anaknya, siapa tahu ada tanah yang kosong dan dibuatkan rumah. Minggu depan kalau memang mau kita bangunkan," Ganjar menambahkan.
 
Kepada Turiah dan Hadi, Ganjar juga memberikan sejumlah uang santunan untuk kebutuhan hidup selama proses pendekatan untuk solusi tempat tinggal keduanya. Beberapa kali air mata Turiah terlihat menetes saat Ganjar melihat kondisi rumah reyot yang ditinggalinya.