Penegakan Kode Etik Perkecil Advokat Lakukan Suap

Pengambilan Sumpah Advokat (Ilustrasi).
Sumber :
  • VIVA.co.id/Anhar Rizki Affandi

VIVA.co.id –  Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap dua advokat yang diduga menyuap untuk memuluskan perkara klien yang mereka dampingi. Penangkapan dilakukan dalam kurun waktu kurang dari satu tahun,
 
Ketua Umum Asosiasi Advokat Indonesia (AAI), M. Ismak, mengaku prihatin masih adanya advokat yang terjerat kasus suap untuk memenangkan klien mereka.

Dalam keterangan persnya, Kamis, 18 Februari 2016, Ismak menegaskan advokat dilahirkan bukan sebagai robot yang hanya membela kliennya. Menurut Ismak, untuk menjadi seorang advokat dibutuhkan modal mental.
 
“Mental ini bukan asal berani, tapi juga berani menegakan kode etik. Itu yang paling penting," kata Ismak.
 
Ismak mengatakan, menjadi seorang advokat tidak cukup hanya mengikuti ujian dan disumpah. Diperlukan proses yang panjang untuk mendidik seseorang menjadi advokat yang andal.
 
Ismak ingin agar semua advokat mempunyai dasar-dasar untuk menjadi advokat. "Bukan hanya ujian dan disumpah. Itu pun kita pertanyakan. Karena untuk menjadi advokat itu kan panjang prosesnya, harus magang dua tahun. Itupun belum menjamin seseorang menjadi advokat andal," katanya.
 
Meski organisasi advokat terbilang banyak, kata Ismak, seharusnya tetap ada standarisasi kode etik dan pendidikan terhadap calon advokat. Dengan demikian, advokat yang dihasilkan memiliki integritas dan kemampuan.
 
"Itulah yang kami sampaikan, advokat lahir bukan seperti robot. Ada dua modal dasar, yakni mental dan skill," katanya.
 
Banyaknya asosiasi advokat membuat Ismak ragu apakah semua asosiasi itu memperkuat moral dan menerapkan kode etik advokat untuk mencegah para anggotanya terlibat kasus suap dalam membela kliennya.
 
"Kita mau agar semua advokat itu mempunyai dasar-dasar untuk menjadi advokat," kata Ismak.
 
Selain itu, Ismak ingin agar semua organisasi advokat duduk bersama untuk melahirkan satu kode etik yang wajib diikuti oleh seluruh advokat. "Itu harus dibicarakan oleh semua organisasi advokat, harus ada satu. Kalau pun UU akhirnya multibar, maka harus ada satu standar kode etik, termasuk juga pendidikan," tuturnya.
 
Diketahui, KPK menangkap seorang advokat Awang Lazuari Embat yang diduga menyuap Kasubdit Kasasi dan PK Pranata Perdata MA, Andri Tristianto Sutrisna, pada Jumat, 12 Februari 2016.
 
Suap tersebut diduga diberikan agar Andri menunda memberikan salinan putusan Kasasi. Sehingga eksekusi terhadap kliennya, Ichsan Suaidi, Direktur PT Citra Gading yang juga terpidana kasus korupsi pembangunan dermaga Labuhan Haji di Lombok Timur ditunda.
 
Sebelumnya, KPK juga menangkap advokat senior, OC Kaligis pada Juli 2015. OC Kaligis diduga menyuruh anak buahnya yang juga advokat, M Yagari Bhastara atau Garry, untuk menyuap Majelis Hakim PTUN Medan.

Suap diberikan agar memenangkan permohonannya yang mewakili Pemprov Sumut dengan membatalkan sprindik Kejati Sumut dalam perkara korupsi dana Bansos yang menjerat kliennya yang juga Gubernur Sumut, Gatot Pujo Nugroho.

Garry telah dinyatakan bersalah oleh Pengadilan Tipikor Jakarta dan divonis dua tahun penjara. Sementara OC Kaligis divonis Pengadilan Tipikor Jakarta dengan 5 tahun 6 bulan penjara