Eks Tapol Papua: Dana Otonomi Khusus Diraih dengan Darah
Kamis, 18 Februari 2016 - 10:56 WIB
Sumber :
- VIVAnews/Banjir Ambarita (Papua)
VIVA.co.id - Enam bupati dan wakil bupati di Papua resmi dilantik oleh Gubernur di Jayapura pada Rabu, 17 Februari 2016.
Keenam pasangan kepala daerah itu adalah Bupati dan Wakil Bupati Merauke, Frederikus Gebze-Sularso; Bupati dan Wakil Bupati Keerom, Celcius Watae-Muhammad Markum; Bupati dan Wakil Bupati Asmat, Elisa Kambu-Thomas Ef Safanko; Bupati dan Wakil Bupati Pegunungan Bintang, Costan Oktemka-Decky Deal; Bupati dan Wakil Bupati Waropen, Yeremias Bisay-Hendrik Wonatorey; dan Bupati dan Wakil Bupati Nabire, Isaias Douw-Amirullah Hasyim.
Seorang tokoh Papua dan mantan tahanan politik, Filep Karma, memperingatkan para bupati dan wakil bupati itu agar sungguh-sungguh bekerja untuk rakyat. Tidak bekerja demi kepentingan pribadi, kelompok, atau pun partai politik.
Filep, yang pernah dipenjara karena pengibaran bendera Bintang Kejora (simbol perjuangan Papua Merdeka), mengingatkan juga kepada para bupati agar menggunakan sebaik-baiknya dana otonomi khusus (otsus) Papua.
“Ingat ya para bupati, dana otonomi khusus itu diperjuangkan dengan cara berdarah-darah, penuh tangisan dan air mata. Jadi harus gunakan untuk kepentingan rakyat Papua yang menderita, jangan malah dipakai untuk kepentingan pribadi,” ujar Filep kepada wartawan di Jayapura pada Kamis, 18 Februari 2016.
Filep yang selama mendekam dipenjara menolak remisi dari pemerintah RI juga meminta para bupati agar selalu di garda terdepan jika ada permasalahan di tengah-tengah rakyat Papua. Para bupati harus turun menemui rakyat dan jangan hanya menyerahkan urusan keamanan dan ketertiban kepada TNI dan Polri.
“Bupati harus di depan, karena rakyatlah yang memilihnya. Jadi jangan takut dengan rakyatnya sendiri. Malah kalau mereka turun, rakyat akan melindunginya, contohnya seperti Jokowi,” ujar Filep.
Filep juga meminta agar para kepala daerah jangan menghabiskan waktunya di luar Papua dan mengabaikan rakyat yang telah memilihnya.
Baca Juga :
“Jangan bupati selalu di Jakarta, yang pilih kan rakyat di daerahnya. Berarti waktunya harus lebih banyak di daerahnya, dan kalau ke Jakarta hanya bila dipanggil Mendagri atau Presiden,” katanya. (ase)
Baca Juga :