Jubir Presiden Nilai Izin Penyadapan KPK Melemahkan

Presiden Joko Widodo (kanan) dan Juru Bicara Kepresidenan Johan Budi (kiri).
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf/

VIVA.co.id – Salah satu poin krusial dalam revisi Undang-undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah adanya Dewan Pengawas KPK. Dewan tersebut, didesain akan menjadi pihak yang memberikan izin soal penyadapan.

Juru Bicara Presiden Johan Budi Sapto Pribowo mengatakan, apabila Dewan Pengawas memang akan dirancang untuk mengatur penyadapan, maka secara pribadi Johan mengatakan hal itu akan melemahkan KPK.

"Kalau Dewan Pengawas tugasnya seperti itu, saya kok mempersepsikan bahwa Presiden pasti menyampaikan bahwa itu memperlemah (KPK)," kata Johan Budi di Kompleks Kepresidenan, Jakarta, Rabu 17 Februari 2016.

Dalam draf revisi UU KPK yang akan dibawa ke Paripurna DPR tersebut, terdapat Pasal 12A terkait penyadapan. Disebutkan pada poin pertama, penyadapan bisa dilakukan setelah ada bukti permulaan. Selanjutnya, harus atas izin tertulis Dewan Pengawas. Poin kedua, memuat bahwa izin penyadapan diajukan pimpinan KPK ke Dewan Pengawas.

Masih dalam draf revisi itu, pada Bab VA terkait Dewan Pengawas juga diatur tugas Dewan Pengawas. Disebutkan pada Pasal 37B ayat 1, ada beberapa tugas yang diberikan yakni, mengawasi pelaksaan tugas dan wewenang KPK, memberikan izin penyadapan dan penyitaan.

Selain itu, Dewan Pengawas juga akan menyusun dan menetapkan kode etik pimpinan KPK, menyelenggarakan sidang untuk memeriksa adanya dugaan pelanggaran kode etik oleh pimpinan KPK, serta melakukan evaluasi kinerja pimpinan KPK secara berkala satu kali dalam satu tahun.

"Kalau Dewan Pengawas tugasnya melakukan monitoring terhadap tugasnya pimpinan KPK, saya kira ini pendapat pribadi, bukan pendapat Presiden, itu jelas memperlemah kalau kewenangan Dewan Pengawas terlalu powerful itu," jelas Johan Budi.
 
Johan menjelaskan, dalam pembahasan awal, Dewan Pengawas adalah semacam komite etik di KPK yang dilembagakan dan hal tersebut sejalan dengan putusan Mahkamah Konstitusi.

Selain itu, Johan juga mengomentari seputar adanya Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) di KPK. Menurut Johan, adanya SP3 hanya untuk menghindari alat bukti yang tidak cukup bukanlah alasan yang tepat. (asp)