Wapres JK Sayangkan Adanya Celah Korupsi di MA

Tersangka suap di Mahkamah Agung Andri Tristianto Sutrisna
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay

VIVA.co.id – Penangkapan atas Kepala Sub Direktorat Pranata Perdata Mahkamah Agung (MA), Andri Sutrisna, oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dianggap sebagai bukti masih adanya sistem yang memberikan celah potensi korupsi. Padahal MA, menurut Wakil Presiden Jusuf Kalla, memiliki sistem yang relatif baik dengan informasi putusan yang bisa diakses publik.
 
"Sebenarnya salah satu sistem transparansi terbaik itu di MA, kan terbuka semua keputusannya kan," kata Jusuf Kalla (JK) di kantornya, Selasa 16 Februari 2016.

Namun demikian, dia mengatakan memang akan selalu ada celah yang bisa dimanfaatkan untuk korupsi. Pasalnya publik tidak senantiasa memantau satu-persatu kasus dan putusannya di laman web MA.

"Cuma memang kadang-kadang orang tidak baca tidak lihat, nah inilah celah itu untuk menunda," katanya lagi soal penundaan putusan di MA.

JK sepakat agar KPK melakukan penegakan hukum dengan tegas. Hal itu juga menjadi evaluasi agar lembaga negara lebih transparan.
 
"Kan bukan masalah keputusan, masalah manipulasi sedikit dari keputusan dan peraturan itu," katanya.

KPK sebelumnya melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Kawasan Gading Serpong, Tangerang Selatan, Sabtu 13 Februari 2016. Penangkapan menjaring 6 orang.

Namun setelah dilakukan pemeriksaan gelar perkara, KPK menetapkan tiga orang sebagai tersangka yakni Andri Sutrisna, Direktur PT Citra Gading Asritama, Ichsan Suadi dan Pengacara Ichsan, Awang Lazuardi.

Andri saat ini ditahan di Rutan Polres Jakarta Timur, Ichsan mendekam di Rutan Polres Jakarta Selatan dan Awang Lazuardi di Rutan Kepolisian Resor Jakarta Pusat.

Ichsan dan Awang disangkakan dengan pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau pasal 13 Undang-Undang No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Lalu, dikenakan juga junto pasal 55 ayat 1 KUHPidana.

Sebagai penerima, Andri disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 Undang-undang 31 tahun 1999 tentang Pemberatasan Tindak Pidana Korupsi. (ren)