Soal Penyadapan, KPK Minta Tak Didiskriminasi

Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi.
Sumber :
  • ANTARA/Hafidz Mubarak

VIVA.co.id – Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Laode Muhammad Syarif mengatakan wacana izin penyadapan jangan hanya ditujukan kepada KPK khususnya dalam konteks revisi undang-undang KPK. Melainkan juga kepada lembaga penegak hukum lainnya.

"Jadi kalau mau diatur (soal penyadapan), atur secara komprehensif. Jangan hanya KPK," ujar Laode dalam diskusi bertopik "Menuju Upaya Penguatan KPK" di Kantor MMD Initiative, Jakarta, Selasa 16 Februari 2016.

Ia menambahkan, wewenang penyadapan yang berlaku di Indonesia adalah lawful interception artinya penyadapan sah berdasarkan regulasi yang mendasarinya. Wewenang penyadapan yang sah tersebut diberikan ke Kepolisian, Kejaksaan, KPK, Badan Narkotika Nasional, Badan Intelijen Negara, Badan Intelijen Strategis, dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme.

Apabila KPK diharuskan melakukan penyadapan melalui izin, maka selayaknya pula hal sama diberlakukan terhadap lembaga yang lain. La Ode menegaskan, wewenang KPK dalam menyadap selama ini sudah dilakukan sesuai dengan aturan yang berlaku.

"Jadi soal penyadapan, harus tetap dimiliki KPK dan tidak perlu izin siapapun," kata Laode.

Dia menjelaskan pula KPK tidak menyadap seseorang tanpa dasar yang kuat. Perlu ada mekanisme profiling seperti mekanisme penelusuran transaksi keuangan seseorang yang dilakukan Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

"Kami setiap tahun melakukan audit internal dan diaudit oleh Kementerian Komunikasi dan Informasi," kata Laode.

Poin penyadapan melalui izin merupakan salah satu hal yang rencananya akan masuk dalam revisi UU Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK. Izin tersebut direncanakan melalui Dewan Pengawas yaitu dewan yang dipilih pemerintah dan melekat secara kelembagaan di KPK.