Komnas HAM: Pendekatan Hukum Bukan Solusi Atasi Gafatar
- ANTARA FOTO/Umarul Faruq
VIVA.co.id – Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Nurkholis menerangkan bahwa kasus Gafatar bukanlah satu-satunya kasus ormas yang dicekal dan dimusuhi, sebelumnya ada Ahmadiyah dan sejumlah ormas lainnya.
Untuk itu, menurut Nurkholis, dalam penyelesaian kasus seperti ini, pendekatan hukum dinilai bukanlah satu-satunya solusi yang harus dipaksakan oleh pemerintah.
"Pendekatan hukum bukan satu-satunyanya solusi mengatasi masalah ini. Kalau soal keyakinan, meski sudah keluar bisa tetap yakin karena ini ideologi," kata Nurkholis di Jakarta, Sabtu, 23 Januari 2016.
Seharusnya, lanjut Nurkholis, pemerintah bisa berdiri di tengah sebagai mediator. Alasannya, pemerintah harus bisa menjadi institusi yang bisa dipercaya oleh semua pemeluk keyakinan atau agama.
"Negara harus melindungi kelompok macam Gafatar ini. Masalah Gafatar ini tak hanya soal keyakinan, tapi ada juga ekonomi, relasi kultural, dan budaya," ujarnya.
Sementara itu, Ahli Antropologi Politik, Amich Alhumami mengatakan munculnya organisasi masyarakat Gafatar dinilai sebagai sesuatu hal yang lazim atau biasa. Alasannya, ada dimensi spiritual yang mendorong orang untuk bergabung, dari berbagai lapisan masyarakat, salah satunya kalangan terpelajar.
"Gafatar ini gejala lazim. Ada dimensi lain yakni kekuatan spritual. Ketika orang masuk dibimbing oleh irrational passion, makanya tak heran banyak kelompok terpelajar bergabung," kata Amich.
Menurut Amich, bukti bahwa ada dorongan irrational passion adalah banyaknya pengikut Gafatar yang berasal dari kalangan terpelajar dan memiliki pemahaman agama yang baik. Para pengikut tersebut menarik pengikut lain yang tidak memiliki pemahaman agama baik, termasuk dari kalangan terpelajar.
"Elite pertama mereka sangat intelektual. Mereka punya pemahaman agama yang baik, lulusan pesantren. Menarik anggota yang terpelajar tapi tidak punya paham keislaman yang baik, makanya mudah terdoktrin," ujarnya.