Hukuman Udar Pristono Diperberat Jadi 9 Tahun Penjara
- ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
VIVA.co.id - Pengadilan Tinggi DKl Jakarta memperberat hukuman terhadap mantan Kepala Dinas Perhubungan, Udar Pristono menjadi sembilan tahun penjara.
Hukuman tersebut lebih berat dari putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang menjatuhkan vonis lima tahun penjara kepada Udar.
"Putusan atas nama Udar Pristono, hukuman pidana penjara dinaikkan menjadi sembilan tahun," kata Humas PT DKl Jakarta, M. Hatta dalam pesan singkatnya saat dikonfirmasi, Kamis, 21 Januari 2016.
Hatta menyebut putusan itu diketok pada tanggal 14 Januari 2016. Majelis hakim yang memeriksa dan mengadili banding tersebut adalah Hakim Heru Mulyono. "Adapun alasan memberatkan antara lain pidana yang terbukti bersifat kumulatif (dua kejahatan)," ujar Hatta.
Sebelumnya, Udar Pristono divonis pidana lima tahun penjara dan denda Rp250 juta subsider lima bulan kurungan oleh Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi, pada Rabu, 23 September 2015.
Vonis tersebut jauh lebih ringan dibanding tuntutan jaksa, yakni 19 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider enam bulan.
"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Udar Pristono oleh karena itu dengan pidana penjara selama lima tahun dan denda sejumlah Rp250 juta dengan subsider lima bulan," kata Ketua Majelis Hakim, Artha Theresia saat membacakan amar putusan.
Pada pertimbangannya, Majelis Hakim menyatakan hampir semua dakwaan dalam surat dakwaan Jaksa terhadap Pristono tidak terbukti. Menurut Majelis, dari tiga dakwaan yang diajukan Jaksa, Pristono hanya terbukti bersalah memenuhi dalam dakwaan kedua subsidair.
Pristono terbukti memenuhi unsur dalam Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pristono terbukti menerima suap dari Direktur Utama PT Jati Galih Semesta, Yeddie Kuswandy sebesar Rp78.079.800. "Telah terbukti menerima hadiah melalui anaknya Aldi Pradana," kata Hakim.
Suap tersebut berasal dari kelebihan penjualan mobil Toyota Kijang tipe LSX tahun 2002 dengan harga Rp100 juta padahal harga lelang dari Dinas Perhubungan DKI Jakarta hanya Rp21.920.200. Majelis Hakim menilai, masih ada keterkaitan penjualan mobil dengan jabatan Pristono selaku Kepala Dinas Perhubungan.
Usai pembacaan putusan, Pristono langsung berdiri tegak dan menyalami Majelis Hakim. Selanjutnya dia berjalan ke arah penasihat hukum lalu memberikan tanggapannya kepada para wartawan yang telah menunggu.
Padahal ketika baru tiba di Gedung Pengadilan, Pristono terlihat sakit dengan memakai kursi roda dengan ditemani perawat dari rumah sakit. Bahkan ketika mulai persidangan, dia sempat dipapah untuk dipindahkan dari kursi roda ke kursi terdakwa.
Namun, Pristono terlihat tetap berdiri tegak bersama penasihat hukumnya meladeni pertanyaan dari wartawan. Usai memberi tanggapan, Pristono akhirnya kembali duduk di kursi rodanya.