Pengamat: Kasus Bansos Sumut Permufakatan Jahat

Desak Presiden Jokowi Pecat Jaksa Agung
Sumber :
  • VIVA.co.id/Ikhwan Yanuar

VIVA.co.id - Tidak hanya kasus "Papa Minta Saham" yang masuk permufakatan jahat. Kasus dugaan korupsi dana bantuan sosial atau bansos Pemprov Sumatera Utara yang menyeret dua elite Partai NasDem, juga dinilai permufakatan jahat.

Hal itu dikatakan pengamat politik Universitas Indonesia, M Budyatna dalam keterangannya, Senin, 18 Januari 2016. Dia menilai, kasus yang menyeret mantan Sekjen DPP NasDem Patricia Rio Capella dan mantan Ketua Mahkamah Partai NasDem O.C Kaligis, juga sebagai permufakatan jahat.

Dia sependapat, kalau kasus yang menyeret dua elit partai itu, ditangani dengan serius oleh Kejaksaan Agung. Namun demikian, karena dikhawatirkan ada konflik kepentingan, Jaksa Agung HM Prasetyo harus dicopot.

"Agar tidak menjadi beban di masa datang, Jokowi harus mengganti Jaksa Agung HM Prasetyo dari kabinetnya," kata Budyatna.

Dalam kasus ini, diakui tersangka mantan Gubernur Sumatera Utara Gatot Pudjonugroho, ada pertemuan di kantor NasDem yang juga dihadiri Ketua Umum Surya Paloh. Surya membantahnya, dengan menyebut pertemuan itu untuk menyelesaikan konflik Gatot dengan wakilnya yang merupakan kader NasDem.

Menurut Budyatna, sama seperti kasus "Papa Minta Saham" yang membuat Presiden Jokowi meminta Mahkamah Kehormatan Dewan untuk mendengarkan suara rakyat.

Dalam kasus ini, menurutnya, Jokowi juga harus menggunakan prerogratifnya untuk mengganti Jaksa Agung.

“Aneh kalau dalam kasus dana bansos ini, dimana indikasi pemufakatan jahatnya sangat kuat karena sudah ada Gatot dan istrinya, juga mantan Ketua Mahkamah Partai Nasdem OC Kaligis dan Mantan Sekjen Partai Nasdem, Patrice Rio Capela yang sudah menjadi tersangka kasus korupsi, Jokowi malah membiarkan Jaksa Agung yang juga kader Partai Nasdem tetap menempati posisinya dan juga membiarkan Partai Nasdem berada dalam pemerintahannya," tuturnya.

Jaksa agung dinilai cenderung tidak terlalu memperhatikan kasus bansos ini. Tetapi, mencoba menangani kasus lain yang susah dibuktikan. ”Mencari-cari kesalahan orang lain yang kasus pidananya sangat sumir,” ujarnya.

Menurut Budyatna, perlu pertimbangan bagi Presiden Jokowi untuk menggunakan preogratifnya dalam melakukan reshuffle.

”Dia terus bicara kasus Papa Minta Saham, padahal jelas dia tidak memiliki bukti yang bisa mempidanakan Setya Novanto. Langkah ini saya yakin hanya sekedar untuk mengalihkan isu saja," katanya. (ase)