Jokowi Ancam Copot Kapolri dan Panglima TNI
Senin, 18 Januari 2016 - 19:15 WIB
Sumber :
- ANTARA FOTO/ Yudhi Mahatma.
VIVA.co.id - Presiden Joko Widodo mengancam copot Kapolri dan Panglima TNI, sampai ke jajaran paling bawah. Apa penyebabnya?
Baca Juga :
Dalam pengarahannya pada Rapat Koordinasi Nasional Pencegahan Kebakaran Hutan dan Lahan tahun 2016, Jokowi memaparkan ancaman pencopotan itu.
Presiden Jokowi mengatakan, tidak ingin kejadian kebakaran hutan dan lahan pada 2015 lalu, terulang kembali tahun ini. Presiden meminta agar setiap titik api yang muncul, walaupun masih sedikit, langsung dipadamkan.
"Siapa yang harus bertanggungjawab, tadi sudah disampaikan Menko. Kalau saya di daerah, mumpung ada Panglima TNI, Kapolri di backup BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana), yang namanya Pangdam, Kapolda, Danrem, Kapolres, Dandim sampai ke bawah Koramil, Polsek, semuanya harus digerakkan untuk mencegah ini," jelas Jokowi dalam arahannya, di Istana Negara, Jakarta, Senin, 18 Januari 2016.
Jokowi mengingatkan, ada reward and punishment terkait masalah ini. Kebijakan ini berlaku untuk semua posisi, dari jajaran paling atas sampai rantai komando terbawah.
"Saya sudah janjian sama Kapolri dan Panglima TNI, reward and punishment. Yang terbakar semakin banyak semakin gede, sudah ganti, copot. Dari sini sampai ke bawah. Yang nggak ada, tentu saja promosi," tegas Jokowi.
Jokowi tidak main-main soal ancamannya ini. Dia meminta, semua jajarannya kerja keras agar kebakaran hutan tidak terulang di 2016. TNI dan Polri perlu digerakkan, karena BNPB tidak memiliki pasukan.
"Yang punya pasukan di Panglima TNI, Kapolri, karena ada Koramil, Polsek. Gubernur back up anggaran, Bupati/Walikota back up anggaran," jelas Jokowi.
Dalam rapat ini hadir seluruh jajaran TNI dan Polri di daerah-daerah yang terkena kebakaran hutan dan lahan pada 2015 lalu.
Dari data yang dilaporkan Menkopolhukam Luhut Binsar Pandjaitan, jumlah lahan yang terbakar mencapai 2,6 juta hektare. Sementara daerah penyumbang terbesar kebakaran hutan dan lahan adalah Sumatera Selatan (24 persen), dan Kalimantan Tengah (22 persen).