Era Jokowi, Pelanggaran Kebebasan Beragama Meningkat

Sumber :
  • VIVA.co.id/Chandra Gian
VIVA.co.id - Direktur Eksekutif Setara Institute Hendardi mempertanyakan nawacita yang digagas Presiden Joko Widodo dalam hal kebebasan beragama dan berkeyakinan. Menurutnya, sampai saat ini belum ada bukti nyata implementasi nawacita tersebut.

"Ketika dilantik, memberikan janji di nawacita dan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) terhadap kebebasan beragama. Sampai saat ini belum ada bukti yang cukup nyata," tutur Hendardi dalam Konferensi Pers Kebebasan Beragama di Jakarta, Senin 18 Januari 2016.

Bahkan permasalahan kebebasan beragama dan keyakinan belum menjadi perhatian para menteri Kabinet Kerja. Angka peristiwa dan tindakan pelanggaran kebebasan beragama pada tahun 2015 kemudian mengalami peningkatan.

"Selain telah gagal diterjemahkan dalam RPJMN 2015 juga gagal diterjemahkan menteri Kabinet Kerja. Itu sebagian penilaian dari kami," tambahnya.

Hari ini Setara Institute merilis angka pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan pada tahun 2015 yang meningkat dibanding tahun sebelumnya. Pada tahun 2014 hanya ada 134 peristiwa pelanggaran di berbagai wilayah Indonesia namun tahun 2015 meningkat menjadi 197 peristiwa pelanggaran. Sementara tindakan pelanggaran pada tahun 2014 adalah 177 tindakan lalu meningkat menjadi 236 tindakan pada tahun 2015.

"Angka ini menunjukan kenaikan. Pada tahun 2014, jumlah peristiwa pelanggaran yang terjadi hanya 134 sedangkan tindakan pelanggaran cuma di angka 177 tindakan," kata Peneliti Setara Institute, Halili Hasan dalam kesempatan yang sama.

Setara mencatat, pelanggaran kebebasan beragama berkeyakinan paling tinggi terjadi pada bulan Januari, Februari, Mei, Juni, dan Oktober. Sementara wilayah yang lebih sering menjadi lokasi pelanggaran kebebasan beragama masih tetap Jawa Barat. Provinsi ini dicatat menjadi daerah yang kurang ramah dalam kebebasan beragama dan berkeyakinan selama sembilan tahun terakhir.

"Selama sembilan tahun, provinsi tersebut menjadi peristiwa yang paling tinggi dengan jumlah 44 poin. Kemudian, Aceh 34 poin, Jawa Timur 22 poin, DKI Jakarta 20 poin dan Daerah Istimewa Yogyakarta 10 poin," katanya.