ICW Tak Heran Kejaksaan Agung Dapat Rapor Merah
Kamis, 7 Januari 2016 - 18:22 WIB
Sumber :
- VIVA.co.id/Ikhwan Yanuar
VIVA.co.id - Peneliti Indonesia Corruption Watch, Lola Easter, mengaku tidak terkejut rapor merah yang diterima Kejaksaan Agung dalam evaluasi akuntabilitas kinerja instansi pemerintahan yang dirilis Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.
Hasil evaluasi akuntabilitas kinerja 77 kementerian dan lembaga menyebutkan, Kejaksaan Agung mendapatkan predikat paling buruk hasil evaluasi bekerja selama satu tahun. Lembaga yang dipimpin HM Prasetyo itu dinilai paling rendah akuntabilitasnya dengan skor 50,02 (CC).
Pasalnya kata Lola, sejak awal ICW telah menentang posisi Jaksa Agung diisi dari kalangan partai politik. Sehingga buruknya penilaian kinerja Korps Adhyaksa itu sudah bisa diprediksi.
"Menjadi suatu pertanyaan juga saat Kejagung di bawah pimpinan HM Prasetyo akan menimbulkan kepentingan yang sangat besar, seperti kasus yang sedang ditangani KPK kasus Rio Capella," ujar Lalola ketika dihubungi, Kamis, 7 Januari 2016.
Dalam perkara Bansos Sumut, Lola menduga adanya keterlibatan Jaksa Agung HM Prasetyo, dalam perkara yang saat ini ditangani KPK itu. Dugaan itu muncul setelah, istri Gatot Pujo Nugroho, Evy Susanti saat di persidangan mengakui telah menyediakan uang US$20 ribu.
Uang tersebut, diduga disiapkan agar Jaksa Agung HM Prasetyo bisa 'mengamankan' nama Gatot dari jeratan kasus Bansos Sumut, yang saat ini juga ditangani di Kejaksaan Agung.
Sementara itu, Pakar hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia Mudzakkir juga menganggap kalangan partai politik yang mengisi jabatan penegak hukum bisa merusak independensi lembaga yang dipimpinnya.
"Sejak dari awal saya bilang, jabatan Jaksa Agung jangan dari Parpol, karena kita lihat hasilnya seperti ini, hukum dirusak karena penanganannya politis sekali. Lihat imagenya rusak," ujar Mudzakkir.
Baca Juga :
Hasil evaluasi akuntabilitas kinerja 77 kementerian dan lembaga menyebutkan, Kejaksaan Agung mendapatkan predikat paling buruk hasil evaluasi bekerja selama satu tahun. Lembaga yang dipimpin HM Prasetyo itu dinilai paling rendah akuntabilitasnya dengan skor 50,02 (CC).
Pasalnya kata Lola, sejak awal ICW telah menentang posisi Jaksa Agung diisi dari kalangan partai politik. Sehingga buruknya penilaian kinerja Korps Adhyaksa itu sudah bisa diprediksi.
"Menjadi suatu pertanyaan juga saat Kejagung di bawah pimpinan HM Prasetyo akan menimbulkan kepentingan yang sangat besar, seperti kasus yang sedang ditangani KPK kasus Rio Capella," ujar Lalola ketika dihubungi, Kamis, 7 Januari 2016.
Dalam perkara Bansos Sumut, Lola menduga adanya keterlibatan Jaksa Agung HM Prasetyo, dalam perkara yang saat ini ditangani KPK itu. Dugaan itu muncul setelah, istri Gatot Pujo Nugroho, Evy Susanti saat di persidangan mengakui telah menyediakan uang US$20 ribu.
Uang tersebut, diduga disiapkan agar Jaksa Agung HM Prasetyo bisa 'mengamankan' nama Gatot dari jeratan kasus Bansos Sumut, yang saat ini juga ditangani di Kejaksaan Agung.
Sementara itu, Pakar hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia Mudzakkir juga menganggap kalangan partai politik yang mengisi jabatan penegak hukum bisa merusak independensi lembaga yang dipimpinnya.
"Sejak dari awal saya bilang, jabatan Jaksa Agung jangan dari Parpol, karena kita lihat hasilnya seperti ini, hukum dirusak karena penanganannya politis sekali. Lihat imagenya rusak," ujar Mudzakkir.