Bentuk Bank Banten, Rano Karno Sebut DPRD Minta Rp10 Miliar

Gubernur Banten Rano Karno
Sumber :
  • VIVA/Taufik Rahadian
VIVA.co.id - Gubernur Banten, Rano Karno, menyebut ada permintaan sejumlah uang dari pihak Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) terkait rencana pembangunan Bank Banten.

Rano mengaku permintaan itu diketahuinya dari Direktur Utama PT Banten Global Development (BGD), Ricky Tampinongkol. Namun menurut Rano, ketika itu dia menyampaikan pada Ricky untuk tidak menghiraukan permintaan itu.

"Ricky pernah sampaikan ada permintaan Rp10 miliar dari dewan. Saya bilang jangan didengar, nggak usah digubris, itu saja," kata Rano di Gedung KPK, Jakarta, Kamis 7 Januari 2016.

Menurut Rano, permintaan uang dari DPRD Banten itu disampaikannya sekitar 2-3 bulan yang lalu sebelum terjadi Operasi Tangkap Tangan. Pada tangkap tangan itu, KPK mengamankan Ricky sebagai pihak yang diduga pemberi suap serta 2 orang anggota Dewan yang diduga sebagai penerima suap.

Terkait pemberian suap tersebut, Rano mengklaim bahwa dia tidak mengetahuinya. "Saya nggak tahu," ujar dia.

Rano diketahui mendatangi lembaga anti rasuah itu untuk menjalani pemeriksaan terkait perkara dugaan suap pemulusan penyertaan modal PT BGD pada ABPD tahun anggaran 2016 untuk pembentukan Bank Banten. Dia akan diperiksa sebagai saksi untuk Ricky Tampinongkol yang telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK sebelumnya.

"Insya Allah saya hari ini diperiksa dipanggil oleh KPK untuk jadi saksi saudara Ricky Tampingongkol masalah Bank Banten," kata dia.

Diketahui, kasus dugaan suap itu terungkap saat KPK melakukan operasi tangkap tangan di kawasan Serpong, Banten, pada Selasa, 1 Desember 2015. KPK menangkap Wakil Ketua DPRD Banten, SM Hartono; Anggota DPRD Banten, Tri Satria Santosa, dan direktur BUMD Banten Global.

Saat ditangkap, telah terjadi transaksi suap terkait pembentukan Bank Pembangunan Daerah Banten. Pada saat kejadian, KPK menyita US$11.000 dan Rp60 juta.

Berdasarkan hasil gelar perkara, KPK menyimpulkan telah terjadi tindak pidana korupsi yang kemudian menetapkan tiga orang itu sebagai tersangka.

Sebagai pihak penerima suap, Tri dan Hartono disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Sebagai pihak pemberi suap, KPK menetapkan Ricky sebagai tersangka. Dia dijerat Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.