Disambangi KPK, Mahkamah Konstitusi Mengaku Trauma

Sumber :
  • VIVA.co.id/Ikhwan Yanuar
VIVA.co.id
- Lima pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) secara maraton mengunjungi lembaga-lembaga negara, di antaranya Mahkamah Konstitusi (MK) dan Komisi Yudisial (KY). Pimpinan KPK mengunjungi MK pada pukul 08.30 WIB hingga 10.30 WIB.


Mengawali pertemuan pimpinan KPK bersama hakim-hakim MK, Ketua MK Arief Hidayat menceritakan pada para pimpinan KPK terkait pengalaman MK saat berurusan dengan KPK pada kasus suap mantan Ketua MK Akil Mochtar. Ia mengatakan, eksistensi dewan etik hingga kini mampu menjaga etika kedua lembaga tersebut.


"Kami harapkan secara eksternal kami dijaga," ujar Arief dalam pertemuan dengan hakim MK di Gedung MK, Jakarta, Rabu 6 Januari 2016.


Ia berpendapat, upaya menegakkan hukum harus berpegang pada nilai ketuhanan. Sebab pertanggungjawaban tidak hanya bersifat horizontal ke sesama manusia tapi juga pada Tuhan. Para penegak hukum tidak boleh "bermain" untuk kepentingan tertentu.


"Kenapa kami dalam masa transisi ini dengan rendah hati dan bangga menerima sengketa pilkada, itu didasari pada pengalaman Prof. Maria (hakim MK) sudah sangat trauma dipanggil KPK berkali-kali, jadi anggota panel Pak Akil. Ada kesadaran bersama, kami ingin tunjukkan apa yang kami lakukan selurusnya, seadilnya, tidak hanya bertanggung jawab horizontal, tapi vertikal," kata Arief.


Arief melanjutkan, manusia ada kalanya mengalami khilaf. Karena itu, ia meminta agar diingatkan dan disupervisi serta didukung oleh KPK. Ia menceritakan kondisi MK sebelum adanya pakta integritas. Sejak 2003, MK mulai dari tingkat sekjen hingga tingkat terendah menyerahkan dua tahun sekali Laporan Hasil Kekayaan Pejabat Negara.

"Rekening kami tercatat di PPATK. Selama berdirinya MK dengan adanya hasil pemeriksaan BPK, kami sembilan kali wajar tanpa pengecualian, tapi hanya karena kasus 2013 (kasus Akil Mochtar) kami terpuruk, kami trauma. Saya sudah mau resign sebetulnya. Itu pengalaman yang sungguh luar biasa," ujar Arief.

Setelah kejadian tersebut, Arief mengatakan, hakim-hakim MK periode ini kini memiliki tujuan dan komitmen yang sama untuk tidak membuat gaduh dengan pernyataan-pernyataan yang dilontarkan. MK memilih untuk tidak banyak berkomentar, kecuali untuk hal tertentu yang sifatnya meluruskan persoalan.


"Ini upaya kami jangan sampai republik ini gaduh juga," kata Arief.