Usut Skandal Freeport, Jaksa Agung Jangan Tebang Pilih
Jumat, 18 Desember 2015 - 06:03 WIB
Sumber :
- Syaefullah
VIVA.co.id
- Kejaksaan Agung tengah menyelidiki kasus skandal permintaan saham PT Freeport Indonesia yang melibatkan mantan Ketua DPR RI Setya Novanto. Penyelidik Kejaksaan juga terus memintai keterangan Presiden Direktur Maroef Sjamsoeddin dalam kasus tersebut.
Maroef diketahui merupakan saksi pelapor kasus "Papa Minta Saham". Maroef ikut hadir dalam pertemuan dengan Setya Novanto dan pengusaha Riza Chalid untuk membicarakan pembagian saham Freeport dan proyek lainnya.
Ketua Setara Institute Hendardi mengatakan, untuk mengungkap skandal renegosiasi PT Freeport itu, Kejaksaan Agung yang dipimpin HM Prasetyo agar tidak tebang pilih. Sebab, ada sejumlah nama lain yang juga disebut dalam kasus "Papa Minta Saham", yang perlu didalami penyidik Kejaksaan.
"Jangan lupa ada sejumlah nama dalam percakapan itu yang disebut. Ada Luhut (Menkopolhukam), Darmo juga Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla," kata Ketua Setara Institute Hendardi kepada
VIVA.co.id
, Kamis, 17 Desember 2015.
Menurut dia, proses hukum nama-nama yang telah disebutkan itu dapat memperjelas duduk perkara skandal tersebut. Terlebih, hal itu momentum bagi pemerintah untuk memperbaiki tata kelola PT Freeport Indonesia.
Baca Juga :
"Proses hukum akan menjelaskan, makanya ini harus dijadikan pemerintah sebagai momentum," ujar dia.
Sebagaimana diketahui, Setya Novanto telah menyatakan mundur dari posisinya sebagai Ketua DPR RI. Dengan keputusan itu, secara otomatis perkara etik yang bergulir di Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) berakhir. MKD sebenarnya sudah memutus Novanto agar dijatuhi sanksi sedang.
Ketua MKD Surahman Hidayat mengatakan, sidang kasus dugaan pelanggaran etika atas Setya Novanto dinyatakan ditutup karena adanya surat pengunduran diri.
"Jadi keputusan MKD menyatakan kasus dugaan pelanggaran etik dinyata ditutup sejak diterimanya surat pengunduran diri Ketua DPR Setya Novanto," kata Ketua MKD Surahman Hidayat saat membacakan keputusan MKD di Senayan Jakarta.
Menurut Surahman, sejak 16 Desember 2015 Setya Novanto tidak lagi sebagai Ketua DPR RI. "Jadi Alhamdulillah sudah berakhir, ‘happy ending’," kata Surahman.