Cerita Freeport dan Lobi Prematur yang Bikin Repot
Rabu, 16 Desember 2015 - 12:26 WIB
Sumber :
- ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga
VIVA.co.id
- Lubang besar menganga sedalam ratusan meter merubuhkan Gunung Etzberg. Lebih dari 300 ribu ton limbah pun menggenang di Sungai Ajkwa setiap harinya.
Sementara di sudut lain, sejumlah orang suku asli Papua, telanjang dan kini jauh tercerai dari ruhnya. Ibu mereka yang merupakan puncak gunung Etzberg telah dipenggal. Isi perutnya dikorek dan lubangi sedemikian rupa.
Setengah abad sudah situasi itu berlangsung tiap detik, hari hingga pun tahun. Miliaran ton mineral berupa emas, tembaga, bijih besi hingga perak pun dikeruk hingga melumbab.
Nun jauh di ibu kota negara. Kegaduhan kembali pecah ketika isu perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia kembali mengemuka. Perusahaan asal Amerika yang konon mampu meraup untung Rp114 miliar sehari atau Rp70 triliun per tahun ini disebut-sebut hendak menambah panjang tapak mereka.
Berembus kasak-kusuk bahwa Ketua DPR Setya Novanto dan seorang saudagar minyak M Riza Chalid menjadi perantaranya. Keduanya mengklaim mampu 'mengkondisikan' situasi dan memastikan Freeport tetap aman beroperasi di Indonesia.
Tentu tak gratis. Ada barter. Salah satunya saham dan sejumlah tetek bengek lain. Kasak-kusuk ini berbentuk rekaman percakapan yang hanya tersimpan di sebuah flashdisk.
Namun, dialog itu terlanjur membuka aib dan menebar aroma kongkalingkong di seluruh masyarakat. Semua bergidik dan tercengang, seolah begitu mudahnya mereka mengatur negara ini hanya untuk kepentingan segelintir orang.
Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) sejauh ini sudah merespons laporan dari Menteri Energi Sumber Daya Mineral, Sudirman Said, terkait munculnya rekaman tersebut. Banyak pihak meragukan independensi DPR atas kasus ini.
Namun, perkara ini sepertinya sudah terlanjur bikin heboh negara. Presiden Joko Widodo saja merespons hal ini dengan keras. "Saya enggak apa-apa (dibilang) Presiden gila, Presiden saraf,
koppig
nggak apa-apa, tapi kalau menyangkut wibawa mencatut meminta saham 11 persen itu yang saya nggak mau, nggak bisa," kata Jokowi awal pekan Desember silam.
Klaim Freeport
Terlepas dari peliknya 'skandal' lobi tingkat tinggi tersebut. Nun jauh di Papua, sepertinya PT Freeport Indonesia cukup tenang mengamati situasi ini.
Ini ditunjukkan dengan bermunculannya fakta-fakta keberhasilan Freeport yang diunggah perusahaan asing ini di jejaring sosial mereka.
"Bersama masyarakat Papua dan Indonesia kami tumbuh untuk meningkatkan kontribusi, memberikan berbagai manfaat," tulis akun resmi PT Freeport Indonesia yang diunggah pada 8 Desember 2015.
Tak cuma itu, dengan menyandingkan hasil kajian LPEM Universitas Indonesia, Freeport mempublikasikan bahwa memberikan efek sampingan yang menjanjikan untuk Kabupaten Mimika yang kini menjadi markas Freeport.
Bahkan perusahaan ini mengaku telah menempatkan 97,43 persen atau sebanyak 30.004 orang Indonesia dalam aktivitas produksi mereka. Dari jumlah itu, sebanyak 73,41 persen adalah orang non Papua dan sebanyak 26,59 persen adalah warga asli Papua.
Baca Juga :
Dan terakhir, terkait cadangan mineral hingga 31 Desember 2014. Freeport mengaku masih memiliki cadangan tambang hingga 2,27 miliar ton batuan bijih.
Sebanyak 23,05 juta ton berupa tembaga, 9.800 ton perak dan sisanya sebanyak 1.890 ton adalah emas.
Keputusan Negosiasi
Lantas bagaimana selanjutnya nasib Freeport atau pun Ketua DPR Setya Novanto yang kini sedang dibahas MKD?
Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Gede Pasek Suardika mengaku meragukan ada keputusan yang adil dan berimbang terkait dugaan skandal tersebut.
"Saya lihat
sih
nanti keputusannya bukan keputusan mahkamah tetap keputusan politik berdasarkan konfigurasi politik," kata Gede, Rabu 16 Desember 2015.
Di ranah hukum, skandal kontrak perpanjangan PT Freeport yang rencananya akan dibuat prematur tersebut, sepertinya akan cukup sulit dijerat.
Jaksa Agung HM Prasetyo pun tak menampik hal itu. Meski lembaga ini telah menyelidiki diam-diam skandal tersebut, namun komitmen dan keseriusan Kejaksaan Agung cukup diragukan.
"Pengungkapannya tidak semudah mengembalikan telapak tangan. Penyelidikan butuh waktu dan kami masih bekerja," kata Prasetyo.
Yang pasti, sejauh ini Jokowi masih berkomitmen terkait kontrak PT Freeport Indonesia hanya bisa diajukan secepatnya di 2019 atau dua tahun sebelum kontrak karya mereka habis.
Dan terkait nasib Setya Novanto, semua bergantung kebijakan DPR. Hanya saja memang publik sudah terlanjur memahami dan membuat keputusan sendiri. Bahwa, nasib negara ini sempat hampir tergadai dalam sebuah percakapan yang kini tersimpan rapi dalam sebuah flashdisk. (ren)