Sembilan Tari Bali Masuk Warisan Budaya UNESCO
Minggu, 13 Desember 2015 - 23:34 WIB
Sumber :
- ANTARA/ Nyoman Budhiana
VIVA.co.id - Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Puan Maharani mengaku bangga dengan keputusan tiga golongan tari tradisi Bali yang telah ditetapkan dan masuk dalam daftar representatif budaya tak benda UNESCO. Hal itu disampaikan oleh Deputi Bidang Koordinasi Kebudayaan Kementerian Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Aswan Yunaz di Denpasar, Bali.
"Ibu Puan Maharani menghargai sukses nominasi ini sebagai salah satu prestasi Bangsa Indonesia," kata Aswan, Minggu 13 Desember 2015.
Sementara itu, Rektor Institut Seni Indonesia (ISI), Prof I Wayan Rai menuturkan, dari sembilan tari yang diakui itu, satu di antaranya yakni Tari Sang Hyang Dedari asal Kabupaten Karangasem merupakan tari yang hampir punah.
"Delapan tari Bali itu sering dipentaskan. Tapi tari itu (Sang Hyang Dedari) hampir punah. Beruntung ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda UNESCO. Sehingga kita wajib melestarikannya," kata Rai.
Tari Sang Hyang Dedari, ia melanjutkan, merupakan tari yang dikhususkan untuk tolak bala. Sayang belakangan ini tari itu nyaris jarang dipentaskan. "Beruntung akhirnya diakui oleh UNOSCO. Kami sendiri di ISI saat ini menjadikan sembilan tari itu sebagai materi dasar mahasiswa. Sejak 2013 juga kami membuat materi mata pelajaran rekonstruksi seni," kata Rai.
Ia mengaku pasca-pengakuan UNESCO maka perlu dukungan kebijakan dari pemerintah, termasuk lembaga adat untuk melestarikan tari tersebut. "Misalnya setiap upacara selalu mempertunjukkan seni pementasan. Dan, sembilan tari itu yang dipentaskan," ucap dia.
Sementara itu, ia mengapresiasi jika sembilan tari yang diakui UNESCO itu akan masuk dalam kurikulum. "Juga akan ditulis dalam buku dengan deskripsi lengkap, disertai film yang kita kirim UNESCO, lalu disebarkan kepada sekolah, universitas dan perpustakaan," katanya.
Baca Juga :
"Ibu Puan Maharani menghargai sukses nominasi ini sebagai salah satu prestasi Bangsa Indonesia," kata Aswan, Minggu 13 Desember 2015.
Sementara itu, Rektor Institut Seni Indonesia (ISI), Prof I Wayan Rai menuturkan, dari sembilan tari yang diakui itu, satu di antaranya yakni Tari Sang Hyang Dedari asal Kabupaten Karangasem merupakan tari yang hampir punah.
"Delapan tari Bali itu sering dipentaskan. Tapi tari itu (Sang Hyang Dedari) hampir punah. Beruntung ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda UNESCO. Sehingga kita wajib melestarikannya," kata Rai.
Tari Sang Hyang Dedari, ia melanjutkan, merupakan tari yang dikhususkan untuk tolak bala. Sayang belakangan ini tari itu nyaris jarang dipentaskan. "Beruntung akhirnya diakui oleh UNOSCO. Kami sendiri di ISI saat ini menjadikan sembilan tari itu sebagai materi dasar mahasiswa. Sejak 2013 juga kami membuat materi mata pelajaran rekonstruksi seni," kata Rai.
Ia mengaku pasca-pengakuan UNESCO maka perlu dukungan kebijakan dari pemerintah, termasuk lembaga adat untuk melestarikan tari tersebut. "Misalnya setiap upacara selalu mempertunjukkan seni pementasan. Dan, sembilan tari itu yang dipentaskan," ucap dia.
Sementara itu, ia mengapresiasi jika sembilan tari yang diakui UNESCO itu akan masuk dalam kurikulum. "Juga akan ditulis dalam buku dengan deskripsi lengkap, disertai film yang kita kirim UNESCO, lalu disebarkan kepada sekolah, universitas dan perpustakaan," katanya.