Indonesia Hanya Jadi Pengekor Negara Maju di COP 21 Paris

Para pengunjuk rasa membawa spanduk dalam demonstrasi perubahan iklim
Sumber :
  • REUTERS/David Gray
VIVA.co.id
- Lebih dari 200 negara di dunia telah mengambil kesepakatan dalam konferensi perubahan iklim (COP 21) di Paris, Prancis, termasuk Indonesia. Sejumlah ketentuan kesepakatan kini menjadi tanggung jawab untuk ikut menangani perubahan iklim secara global.


Namun di balik itu, kehadiran sejumlah delegasi Indonesia dinilai tak memiliki posisi strategis yang lebih mementingkan Indonesia. Faktanya, Indonesia terkesan hanya menjadi negara pengekor dari negara maju yang menyusupi kepentingannya di konferensi di COP 21.


"Pemerintah Indonesia sangat pragmatis dan tidak memainkan peran strategis dalam negosiasi di Paris," kata Kurniawan Sabar, Manajer Kampanye Wahana Lingkungan Hidup Indonesia dalam keterangan tertulisnya, Minggu 13 Desember 2015.

Menurut Kurniawan, pemerintah Indonesia lebih mementingkan dukungan program yang merupakan bagian dari mekanisme pasar (market mechanism), yang telah dibangun oleh negara-negara maju dalam negosiasi di Paris.

Kurniawan mengatakan kesepakatan penanganan perubahan iklim di Paris akan memberi dampak signifikan untuk Indonesia. Sebab, kesepakatan itu tidak memberikan jaminan perubahan sistem pengelolaan sumber daya alam di Indonesia.


"Dengan demikian, lingkungan dan masyarakat Indonesia yang rentan dan terdampak perubahan iklim akan berada dalam kondisi yang semakin mengkhawatirkan," katanya.


Ia memastikan, ke depan, harapan perbaikan sistem pengelolaan sumber daya alam di Indonesia yang lebih maju akan sangat jauh dari rencana. Sebab, setiap kawasan hutan, pesisir, laut, bahkan hingga potensi energi di Indonesia, masih menjadi bagian skema pasar untuk memenuhi hasrat negara maju untuk memitigasi perubahan iklim.


"Dukungan Indonesia di kesepakatan Paris tidak akan berarti tanpa perbaikan tata kelola hutan dan gambut, pesisir dan laut, menghentikan penggunaan energi dari batubara, serta menghentikan kejahatan korporasi dalam pengelolaan sumber daya alam di Indonesia," kata Kurniawan.


Kesepakatan penanganan perubahan iklim di Paris telah memutuskan sejumlah hal. Salah satunya adalah ketentuan maksimal dua derajat temperatur global. Namun kesepakatan ini tak mengatur kompensasi untuk memperbaiki kerusakan lingkungan bagi negara yang bukan menciptakan masalah iklim. (ase)