'Menggantung' Calon Pimpinan KPK
- ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan
VIVA.co.id - Delapan nama calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi telah diterima oleh Dewan perwakilan Rakyat sejak tiga bulan lalu. Hingga kini, belum juga ada lima nama yang akan ditunjuk meneruskan tongkat estafet pimpinan KPK.
Penundaan ini memunculkan persepsi miring terhadap DPR. Apalagi, beredar isu bahwa memang sengaja ditunda uji kepatutan dan kelayakannya karena ingin disesuaikan dengan pembahasan undang-undang KPK yang baru.
Menteri Sekretaris Negara Pratikno sempat mengaku khawatir dengan sikap DPR tersebut. Sebab, masa kerja pimpinan KPK dipastikan akan berakhir pada 16 Desember 2015.
"Ya, itulah (takut vakum). Pemerintah berharap, DPR segera memutuskan," kata Pratikno di Istana Negara, Jumat 27 November 2015.
Hasil seleksi calon pimpinan KPK yang sudah digodok sembilan srikandi sejak 5 Juni 2015, rencananya akan ditempatkan sesuai kompetensi di KPK, yakni pencegahan, penindakan, manajemen dan supervisi, koordinasi dan monitoring.
Untuk posisi pencegahan, direncanakan akan diberikan kepada Staf ahli Kepala Badan Intelijen Nasional Saut Situmorang dan pengacara publik Surya Tjandra.
Bidang penindakan akan ditempati oleh Hakim Ad Hoc Tipikor Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Alexander Marwata dan Widyaiswara Madya Sespimti Polri Brigjen Pol Basaria Pandjaitan.
Di Bidang manajemen, akan ditempati oleh Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Agus Rahardjo dan Direktur pada Direktorat Pembinaan jaringan Kerjasama Antarkomisi dan Instansi KPK Sujanarko.
Kemudian, di bidang supervisi, koordinasi dan monitoring akan diberikan kepada Pelaksana Tugas Pimpinan KPK Johan Budi dan akademisi Universitasa Hasanuddin Laode Muhammad Syarif.
Sementara itu, untuk Busyro Muqoddas dan Roby Arya Brata yang telah menjalani uji kepatutan dan kelayakan, belum diketahui akan ditempatkan di kompetensi mana.
Cuma karena tanpa Jaksa?
Pada Rabu malam 26 November 2015, Komisi III DPR sempat menyelenggarakan pleno penentuan waktu uji kepatutan dan kelayakan calon pimpinan KPK.
Namun, pembahasan itu harus bubar lantaran ketiadaan kesepakatan dan mengulurnya kembali hingga Senin 30 November 2015. Politikus PDIP Masinton Pasaribu menuding ada yang tidak transparan dalam proses seleksi tersebut.
"Proses tahapan kegiatan seleksi capim KPK belum memenuhi asas transparansi seperti yang diatur dalam pasal 31 Undang-Undang KPK Nomor 30 Tahun 2002," katanya.
Setidaknya, ada enam alasan penting Komisi III. Pertama, masa pelaksanaan pendaftaran calon pimpinan KPK melampaui waktu yang seharusnya 14 hari kerja. Kedua, tidak ada unsur jaksa sebagai penyidik dan penuntut umum, ketiga, sejumlah calon pimpinan KPK dianggap belum memenuhi pengalaman 15 tahun di bidangnya.
Keempat, adanya pembidangan calon pimpinan KPK yang tidak sesuai nomenklatur dalam pembidangan KPK seperti di Pasal 26 ayat (2) UU KPK. Kelima, dugaan adanya konflik kepentingan antara calon pimpinan KPK dengan tim pansel.
Keenam, proses seleksi calon pimpinan KPK belum memenuhi asas. "Tim pansel KPK tidak boleh menafsirkan UU, melampaui UU, apalagi hingga menabrak UU. Khususnya UU KPK, karena hal itu bukan merupakan domain tim Pansel KPK," kata Masinton.
Menuai reaksi
Terlepas itu, sikap DPR mengulur penunjukkan pimpinan KPK tersebut makin menuai reaksi dari sejumlah kalangan. Termasuk, di lini massa twitter.
Sejumlah akun menyuarakan kritik mereka terhadap DPR. Seperti akun milik seniman Indonesia Sujiwo Tejo pun menyuarakan pesannya kepada DPR,
Sedangkan akun milik pengamat hukum Romli Atmasasmita @romliatma, menilai bahwa KPK memang membutuhkan seorang jaksa dalam pergerakannya.