Menguak Skandal Suap Pengadaan Helikopter AW-101 di India
Jumat, 27 November 2015 - 10:21 WIB
Sumber :
- VIVA.co.id/Wikipedia
VIVA.co.id
- Pemerintah hampir dipastikan akan membeli helikopter jenis Agusta Westland AW-101, untuk menggantikan helikopter VVIP yang lama, Super Puma. Helikopter tersebut rencananya akan digunakan untuk menunjang kerja Presiden atau Wakil Presiden dan tamu-tamu VVIP.
Rencana pembelian tersebut menuai polemik. Terlebih, perusahaan dalam negeri, yang notabene adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN), PT Dirgantara Indonesia (DI), telah mampu memproduksi sendiri helikopter Super Puma, yang diklaim tak kalah canggih dengan AW-101.
Baca Juga :
Sayangnya, tidak banyak kepala negara yang menggunakan helikopter jenis ini. Pengamat penerbangan Alvin Lie menyebutkan hanya empat kepala negara yang menggunakan helikopter jenis AW-101 untuk VVIP. Bahkan, India menurut Alvin, sempat menjadikan AW-101 ini sebagai helikopter VVIP, namun berbuntut skandal.
"Helikopter AW-101 ini pernah dibeli India untuk pesawat VVIP, namun pada 2013 terungkap bahwa pembelian itu terdapat skandal penyuapan," kata Alvin dalam perbicangan bersama
tvOne
, Jumat, 27 November 2015.
Skandal tersebut terungkap setelah parlemen India mempelajari proses pembelian 12 unit helikopter AW-101 dengan kontrak senilai US$ 540 juta. Sejumlah politisi dan pejabat militer India dituduh menerima suap dari AgustaWestland untuk memenangkan pengadaan 12 helikopter.
"Setelah dipelajari parlemen, ada unsur penyuapan. Pada 12 Februari 2013 Direktur Mekanika Perusahaan induk Agusta dan CEO-nya ditangkap," ujarnya.
Setelah penangkapan petinggi AgustaWestland, giliran pejabat senior dan pejabat militer Angkatan Udara India diperiksa terkait skandal penyuapan dalam pengadaan 12 helikopter AW-101 itu. "Pada Januari 2014, Pemerintah India membatalkan kontrak tersebut," papar Alvin.
Peristiwa ini, lanjut Alvin, diharapkan menjadi pembelajaran bagi pemerintah Indonesia agar proses pengadaan alat utama sistem pertahanan (Alutsista) dilakukan secara transparan dan akuntabel.
"Semua aspek harus terpikirkan, baik TNI AU maupun Mabes TNI, DPR dan Pemerintah, agar memperhatikan hal-hal ini jangan sampai petaka di kemudian hari," ungkapnya. (one)