Eks Sekda Akui Sering Komunikasi dengan DPRD Sumut
Selasa, 24 November 2015 - 23:48 WIB
Sumber :
- ANTARA FOTO/Irsan Mulyadi
VIVA.co.id
- Mantan Sekretaris Daerah Sumatera Utara, Nurdin Lubis mengaku dia sering berkomunikasi dengan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumut, Ajib Shah.
Hal tersebut diungkapkan Nurdin usai menjalani pemeriksaan sebagai saksi terkait kasus dugaan suap kepada anggota DPRD Sumut oleh Gubernur Sumatera Utara nonaktif, Gatot Pujo Nugroho terkait pengesahan APBD dan pembatalan hak interpelasi.
"Selama bertugas ya tentu dong (berkomunikasi)," kata Nurdin usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Selasa malam, 24 November 2015.
Kendati mengaku sering berkomunikasi, Nurdin menyebut hal tersebut hanya sebatas perkerjaan antara Pemerintah dengan Pihak Legislator.
Dia menampik jika komunikasi itu untuk membahas mengenai dana bantuan sosial yang berujung pada kasus dugaan korupsi.
"(Komunikasi) banyak hal lah semua terkait tugas-tugas pemerintahan kita komunikasi dengan DPRD," kata dia.
Selain Nurdin, penyidik juga menjadwalkan pemeriksaan terhadap Sekretaris Daerah Pemprov Sumut, Hasban Ritonga terkait kasus dugaan suap ini. Usai menjalani pemeriksaan, dia tidak banyak berkomentar mengenai pemeriksaannya tersebut.
Saat dikonfirmasi mengenai dugaan bahwa dia menjadi koordinator pemberian suap Gatot Pujo Nugroho terhadap Anggota DPRD, Hasban tidak membantah maupun membenarkannya. "Tanya penyidik," kata dia.
Pada kasus ini, penyidik telah menetapkan 5 orang tersangka dari pihak DPRD Sumut karena diduga pernah menerima suap dari Gatot. Mereka antara lain Ketua DPRD Sumut Periode 2009-2014, Saleh Bangun; Wakil Ketua DPRD Sumut Periode 2009-2014, Chaidir Ritonga; Wakil Ketua DPRD Sumut Periode 2009-2014, Sigit Pramono Asri; Wakil Ketua DPRD Sumut Periode 2009-2014, Kamaluddin Harahap serta Ketua DPRD Sumut Periode 2014-2019, Ajib Shah. Kelimanya diduga merupakan pihak penerima suap dari Gubernur Sumatera Utara nonaktif, Gatot Pujo Nugroho.
Baca Juga :
Atas perbuatannya tersebut, kelimanya dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 64 ayat (1) Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.