Lampung, Jawa Timur dan Jakarta Rentan Konflik Sosial
Sabtu, 21 November 2015 - 16:41 WIB
Sumber :
- VIVA.co.id/Ikhwan Yanuar
VIVA.co.id
- Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa menilai tingginya konflik di daerah merupakan efek tingginya isu suku, agama, ras dan antar golongan yang diembuskan di tingkat masyarakat.
Akibatnya ketegangan pun meluas sehingga memicu konflik. "Kalau soal solidaritas sosial, masyarakat kita ini sudah sangat luar biasa. Namun, karena sering diembuskannya isu SARA dari luar, membuat kerukunan warga menjadi panas dan terjadi konflik," kata Khofifah di Palembang, Sumatera Selatan, Sabtu 21 November 2015.
Khofifah pun mencontohkan perihal konflik yang terjadi di Ambon beberapa waktu lalu. Dia mengaku mengetahui betul bagaimana warga Ambon hidup berdampingan sebelum konflik itu terjadi.
Bahkan, menurut Khofifah, jika suatu agama ingin membangun tempat ibadah, penganut agama yang lain secara sukarela turut membantu. Terjadi saling gotong royong antar warga di daerah tersebut.
Baca Juga :
"Saya terkejut saat konflik dis ana (Ambon) terjadi. Padahal, empat hari sebelum konflik itu saya ada di sana. Masyarakat di sana rukun, damai, saling bantu bangun masjid atau gereja. Tapi semuanya berubah karena embusan isu SARA dari luar," ujarnya.
Menurut Khofifah, daerah rawan konflik sosial jumlahnya cukup banyak. Diantaranya adalah, Lampung, Jawa Timur, termasuk Jakarta yang notabene ibukota Indonesia.
"Jawa Timur yang mayoritas banyak pondok pesantren, justru termasuk rawan konflik. Jakarta juga, di Tambak belakang kantor (Kemensos) kerap tawuran antar kampung," katanya.
Selain terus mensosialisasikan dan mengajak masyarakat lebih terbuka terhadap SARA, Khofifah juga meminta di setiap desa harus membentuk organisasi atau wadah yang bisa meminimalisir terjadinya gesekan sosial. Wadah yang sudah mulai dirintis adalah forum keserasian desa.
Desa yang sudah memiliki forum ini cukup banyak, sekitar 4.600 desa. Forum ini terbilang cukup efektif menekan dan mencari solusi jika terjadi gejala-gejala konflik karena berbasis masyarakat desa.
"Forum ini memang belum dibentuk secara nasional, ini kita baru mengundang tokoh-tokoh besar untuk mendiskusikannya," katanya.