Korupsi Bansos, Lima Anggota HMI Dihukum 14 Bulan Penjara
Kamis, 19 November 2015 - 10:04 WIB
Sumber :
- VIVAnews/Anhar Rizki Affandi
VIVA.co.id - Lima aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Kota Semarang, Jawa Tengah, divonis hukuman 14 bulan penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Semarang. Mereka terbukti bersalah karena turut dalam korupsi dana bantuan sosial (bansos) yang bersumber dari Pemerintah Provinsi Jawa Tengah tahun 2011.
Kelima aktivis itu adalah Agus Khanif, Aji Hendra Gautama, Azka Najib, Musyafak, dan Farid Ihsanudin. Selain hukuman bui, majelis hakim yang diketuai Suprapti itu juga membebankan denda Rp50 juta subsider hukuman penjara selama dua bulan.
Dalam sidang yang digelar pada Rabu malam, 18 November 2015, Majelis Hakim menganggap kelima aktivis itu terbukti telah melakukan atau ikut melakukan korupsi secara bersama-sama uang negara.
"Menyatakan para terdakwa bersalah melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dan ditambahkan dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi," kata Hakim Ketua, Suprapti dalam putusannya.
Meski demikian, putusan hakim itu lebih ringan dari tuntutan jaksa sebelumnya yang menuntut hukuman 1,5 tahun dan 2,5 tahun penjara. Hakim menilai, hukuman yang lebih ringan itu karena para terdakwa telah mengaku bersalah dan telah mengembalikan seluruh keuangan negara yang dikorupsi.
Baca Juga :
Dalam kasus itu, kelima terdakwa dinyatakan sebagai penerima fiktif dana Bansos 2011 yang seharusnya diperuntukkan kepada masyarakat. Modusnya adalah dengan membuat sejumlah proposal fiktif atas nama sejumlah lembaga untuk sejumlah kegiatan. Namun ternyata setelah dana itu cair tidak pernah digunakan sebagaimana mestinya. Mereka bahkan memalsukan sejumlah alamat lembaga sosial untuk memuluskan pencairan dana Bansos itu.
Untuk laporan pertanggungjawaban (LPJ) kepada Pemerintah Provinsi Jateng, para aktivis yang tahun itu masih berstatus mahasiswa melakukan pemalsuan atau rekayasa. Mereka ikut membubuhkan tanda tangan pada LPJ yang diketahui itu adalah fiktif. Mereka bahkan melakukan rekonstruksi agar seolah-olah kegiatan yang ditulis dalam proposal itu telah terlaksana.
Kelima aktivis itu mengaku adalah korban suruhan para seniornya di sebuah organisasi kemasyarakatan. Mereka berdalih, para senior mereka meminjam kartu tanda penduduk (KTP) dan nomor rekening untuk mentransfer dana.
Namun, alasan itu tak membuat majelis hakim luluh dan menghapuskan tindak pidana yang mereka lakukan. Hakim menilai, para terdakwa juga turut serta dalam suatu tindak pidana pencairan fiktif dana bansos. "Para terdakwa seharusnya sadar kalau KTP serta rekeningnya dipakai untuk melakukan perbuatan yang melanggar hukum," kata hakim.
Terhadap putusan hakim, kelima aktivis itu langsung menyatakan menerima putusan. Sedangkan Jaksa Penuntut Umum menyatakan pikir-pikir.
(mus)