Bogor Kota Paling Tak Toleran, Ini Kata Bima Arya

Jemaat GKI Yasmin Bogor Gelar Kebaktian di Istana
Sumber :
  • VIVAnews/Fernando Randy

VIVA.co.id - Bogor berada di urutan pertama sebagai kota paling tidak toleransi berdasarkan riset yang dilakukan SETARA Institute. Survei melibatkan 94 kota administratif di Indonesia dan dilakukan selama tiga bulan.

Terkait hal ini, Wali kota Bogor Bima Arya menyebut warga Bogor memiliki cara yang berbeda untuk mengelola keberagaman dan kebersamaan di Bogor. Terkait hasil survei itu, Bima Arya memilik untuk berkomentar lebih jauh.

"Saya memilih untuk tidak berkomentar, saya banyak berbicara tentang itu di berbagai kesempatan, tentang bagaimana kita mengelola keberagaman dan kebersamaan di Kota Bogor," kata Bima Arya di Kota Malang, Selasa 17 November 2015.

SETARA menilai 94 kota di Indonesia dengan menggunakan empat indikator, antara lain lewat kebijakan pemerintah yang mendorong terjadinya toleransi serta dialog lintas agama dan iman, ada tidaknya peristiwa intoleransi di kota tersebut, regulasi dan aksi pemerintah, apakah positif dan negatif atau diskriminatif, dan tentang kebijakan kota lewat berbagai program yang dilakukan pemkot termasuk Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Bogor masuk dalam kota dengan peringkat toleransi terbawah diantara 94 kota yang masuk dalam riset.

"Orang Bogor tentunya punya pandangan lain tentang hal itu," katanya.

Arya Bima juga medengar terkait adanya rencana pertemuan kelompok Aliansi Nasional Anti Syiah (ANNAS) yang akan berlangsung di Bogor dalam waktu dekat. Namun dia menyarankan, agar acara tersebut dilakukan tidak di Balaikota Bogor.

"Itu bukan kegiatan pemerintah, saya pun baru menerima informasi itu kemarin. Sebaiknya tidak di Balaikota (tempat acara)," ujarnya.

Wakil Ketua SETARA Institute Bonar Tigor Naipospos dihubungi lewat telepon membenarkan jika Bogor berada di peringkat terbawah indeks kota toleran di Indonesia, disusul sembilan kota lain di peringkat 10 terbawah, antara lain Bekasi, Tangerang, Depok, Bandung, Banda Aceh, Serang, Mataram, Sukabumi, Banjar, dan Tasikmalaya.

Sementara 10 kota toleransi teratas antara lain  Pematang Siantar, Salatiga, Singkawang, Manado, Tual, Sibolga, Ambon, Sorong, Pontianak, dan Palangkaraya.

"Yang membuat Bogor menempati posisi terbawah adalah beberapa kasus di ntaranya pelarangan peringatan hari Asyuro yang langsung dilakukan oleh wali kotanya sendiri. Ini berbeda dengan kondisi di tempat lain yang dilakukan oleh kelompok masyarakatnya," kata Bonar, Selasa 17 November 2015.

Kedua adalah tentang rencana relokasi GKI Yasmin yang tidak melibatkan jamaah GKI Yasmin sendiri. "Itu adalah bentuk tata kelola kota yang tidak baik," katanya.

Sementara Kota Malang, tempat Bima mengadakan kunjungan kerja tentang pengelolaan sampah, berada diperingkat median. Meskipun di Kota Malang banyak ditemukan masyarakat yang terlibat dalam kelompok radikal ISIS, namun belum terjadi gerakan intoleransi.

"Malang nilainya tidak ada masalah yang berarti, posisinya rata-rata. Temuan itu ada (ISIS), tapi tidak menganggu orang lain,” kata Bonar.

Menurutnya, hasil riset itu belum final dan akan diikuti dengan studi berkelanjutan di tahun 2016. Hasilnya juga akan diserahkan pada Kementrian Dalam Negeri dan Kementrian Agama sebagai bahan evaluasi dan informasi bagi mereka.

Tak menutup kemungkinan kondisi toleransi akan bergerak dan berubah dalam proses pemantauan itu mengikuti perkembangan yang terjadi di masyarakat,

"Ini bukan memotret sekali kemudian lari, ini kami sebut sebagai cambuk bagi pemeritah kota untuk melakukan evaluasi," ujarnya.