Peneliti: Ujaran Kebencian ala Kapolri Bukan Undang-undang
Selasa, 10 November 2015 - 23:02 WIB
Sumber :
- ANTARA/Reno Esnir
VIVA.co.id - Surat Edaran
hate speech
atau ujaran kebencian Kapolri tentang Penanganan ujaran kebencian atau hate speech dinilai bukan peraturan perundang-undangan. Itu diutarakan Miko Susanto Ginting, Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK).
Baca Juga :
Menurut Miko, Surat Edaran hate speech atau ujaran kebencian itu hanya perintah lebih lanjut dari institusi, dalam hal ini Kepolisian Republik Indonesia.
"Surat ini bukan UU, tapi bukan juga disusun tanpa melihat kaidah-kaidah yang berlaku. Kepolisian harus mengatur secara jelas, ini tujuannya apa? Untuk ujaran kebencian, tetapi arahnya melebar," kata Miko di kantor Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras), Jalan Kramat II Nomor 7, Jakarta Pusat, Selasa 10 November 2015.
Lanjut miko menerangkan, SE itu menjadi kabur karena didalamnya memuat pasal penghinaan atau pencemaran nama baik dari pasal 310 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Padahal menurut dia, disatu sisi SE itu patut diapresiasi karena cukup baik.
"Jadi ada langkah maju institusi mengatur ujaran kebencian. Karena ada banyaknya kerusuhan dari hate speech seperti di Tolikara dan Aceh," kata dia.
Karena itu kata Miko, SE itu harus bisa dipertanggung jawaban kepada publik. Hal-hal apa yang perlu diatur dan apa alasannya memasukkan pasal penghinaan itu.
"Masih banyak kerancuan sendiri dari hate speech itu, ketika ada pencemaran nama baik dan perbuatan tidak menyenangkan. Batasannya sampai mana," kata Miko.
Miko menambahkan, penghinaan, pencemaran nama baik dan perbuatan tidak menyenangkan itu sifatnya individu, karenanya berbeda sekali dengan hate speech.
"Penghinaan dan lain-lain itu delik aduan, kalau hate speech bukan. Jadi harus direvisi surat edaran ini. Jadi cukup itu saja tidak memasukan penghinaan," ujarnya.