Muncikari Seks Artis Uji Materi UU KUHP
- ANTARA FOTO/Reno Esnir
VIVA.co.id - Robby Abbas (RA), muncikari yang menjadi terdakwa tunggal terkait kasus prostitusi mengajukan judicial review (uji materi) atas Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Kuasa hukum RA, Supriyadi mengatakan, terdapat sejumlah pasal yang digugat. Pasal-pasal itu di antaranya, Pasal 296 KUHP yang berbunyi 'Barang siapa dengan sengaja menyebabkan atau memudahkan perbuatan cabul oleh orang lain dengan orang lain, dan menjadikannya sebagai pencarian atau kebiasaan, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak lima belas ribu rupiah'.
Selain itu, Pasal 506 KUHP yang berbunyi 'Barang siapa menarik keuntungan dari perbuatan cabul seorang wanita dan menjadikannya sebagai pencarian, diancam dengan pidana kurungan paling lama satu tahun'.
"Terhadap pencabulan terdapat 3 subyek yang terlibat orang yang meminta, orang yang mencarikan artis dan artis itu sendiri. Tapi pasal-pasal dalam KUHP hanya menjerat dan memberi sanksi pidana pada pemohon. Sehingga pemohon diberlakukan tidak adil. Padahal pemohon hanya menghubungkan saja," ujar Supriyadi.
Menurut pemohon, pasal-pasal dalam KUHP tersebut dianggap bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. Bunyi pasal dalam konstitusi tersebut disebutkan setiap orang atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.
Ia menambahkan, pemidanaan bagi pihak pengguna jasa prostitusi memang diatur dalam beberapa peraturan daerah (Perda). Perda yang mengatur soal prostitusi misalnya Pasal 42 ayat (2) Perda DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2007 dan Perda Kota Tangerang Nomor 8 Tahun 2005.
Perda-perda di atas mengatur bahwa hubungan seksual di luar pernikahan dengan tujuan mendapatkan imbalan jasa merupakan perbuatan melawan hukum. Persoalannya, aturan tersebut tidak diatur dalam undang-undang yang posisinya lebih tinggi. Sehingga bisa menimbulkan ketidakpastian hukum.
Dalam petitum, pemohon meminta MK memaknai Pasal 296 KUHP agar menjadi 'Barang siapa dengan sengaja melakukan pencabulan dengan tujuan mendapatkan imbalan jasa, atau menyebabkan atau memudahkan perbuatan cabul oleh orang lain dengan orang lain, dan menjadikannya sebagai pencarian atau kebiasaan, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda berdasarkan kepatutan'.
Lalu untuk Pasal 506 KUHP, pemohon meminta agar pasal tersebut dimaknai agar pengguna jasa prostitusi juga dikenakan pidana. "Barang siapa melakukan pencabulan dengan tujuan mendapatkan imbalan jasa atau menarik keuntungan dari perbuatan cabul seorang wanita dan menjadikannya sebagai pencarian, diancam pidana dengan kurungan paling lama satu tahun," ujar Supriyadi.
(mus)