Organisasi HAM Tolak Aturan Kebiri Penjahat Seks Anak
- VIVAnews/Joseph Angkasa
VIVA.co.id - Muhammad Choirul Anam, Deputi Direktur Human Rights Working Group (HRWG), mengaku pihaknya menolak keras rencana Pemerintah Indonesia untuk mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (PERPPU) tentang pengebirian kelamin bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak atau paedofilia.
HRWG berpendapat, hukuman tersebut melanggar prinsip-prinsip HAM dan semangat reformasi KUHP di Indonesia saat ini.
"Kami kecewa dengan pernyataan Ketua Komisi Perlindungan Anak (KPAI) yang mengeluarkan pendapat secara sepihak, tanpa terlebih dahulu melakukan kajian mendalam terhadap sistem penghukuman dalam perspektif HAM dan melibatkan para ahli pidana dan hak asasi manusia di Indonesia," ujar Choirul, dalam keterangan persnya, Rabu, 28 Oktober 2015.
Ia mengatakan, pernyataan yang menyebutkan bahwa “pengebirian tidak langgar HAM” adalah pandangan yang picik dan parsial terhadap konsepsi dan merusak prinsip universalisme HAM itu sendiri. Penolakan HRWG dikatakan Choirul memiliki beberapa dasar yang kuat.
"Konvensi Internasional Antipenyiksaan yang disahkan oleh DPR RI menegaskan bahwa hukuman yang diberikan kepada pelaku kejahatan seharusnya tidak menimbulkan kesakitan yang sangat, apalagi permanen. Sehingga siapapun yang melakukan penghukuman ini, baik pemerintah, hakim, atau pihak lain yang terlibat dalam penghukuman, dapat dikategorikan sebagai kejahatan terhadap hak asasi manusia," ucap dia.
Hal kedua, kata Choirul, hukuman kebiri merupakan hukuman yang berangkat dari emosi balas dendam terhadap pelaku kejahatan dan seakan menjadi titik akhir keputusasaan penegakan hukum yang seringkali masih tebang-pilih.
Lebih lanjut, ia menjelaskan, hukuman setimpal dalam konsepsi hukum pidana dan HAM bukan diartikan setimpal pada korban, tetapi pada kepentingan publik. Untuk itu, standar nilai publik-lah yang menentukan sampai sejauh mana dampak suatu kejahatan tertentu dan penghukuman seperti apa yang dianggap setimpal dengan kerugian publik muncul.
"Berangkat dari norma dasar kehidupan bernegara di Indonesia yang berpedoman pada Konstitusi, prinsip penegakan hukum dan HAM, model-model penghukuman yang demikian itu pada dasarnya tidak diperbolehkan. Hal ini karena politik hukum pidana di Indonesia tidak mengarahkan penghukuman pada balas dendam, hukuman permanen dan merendahkan martabat manusia tanpa ada batasan yang jelas," lanjut Choirul. (ren)