Pertamina Bangun Sistem Perangsang Inovasi
Kamis, 29 Oktober 2015 - 00:01 WIB
Sumber :
VIVA.co.id - Bertahun-tahun lamanya, PT Badak NGL di Bontang, Kalimantan Timur, anak perusahaan PT Pertamina itu, memiliki permasalahan dengan lampu penanda keberadaan pipa bawah air di dekat dermaga operasionalnya. Lampu itu rutin mati terkena tetesan air asin dari elang-elang laut yang kerap 'nangkring' di atasnya. Padahal, keberadaan lampu tersebut penting untuk mencegah kapal menabrak pipa.
Beragam upaya yang dilakukan tidak berhasil mencegah elang laut nangkring di atas lampu. Hingga pada 2013, seorang pekerja muda PT (Persero) memiliki sebuah ide sederhana untuk menyelesaikan masalah tersebut. Ring penutup lampu dari besi ia pasangi tali-tali pengikat plastik (cable tie) yang biasa dipakai mengencangkan koper di bandara. Ujung-ujung tali pengikat dibiarkan mencuat.
Solusi yang ia implementasikan ternyata berhasil mengusir elang-elang laut. Elang-elang tersebut merasa tidak nyaman ketika tubuhnya bersentuhan dengan ujung tali-tali plastik tersebut dan langsung terbang pergi mencari tempat bertengger yang lain.
Total biaya yang dibutuhkan untuk membuat inovasi tersebut hanya sebesar Rp45 ribu. Namun, solusi sederhana tersebut bisa meminimalisasi potensi kerugian besar yang mungkin terjadi jika kapal menabrak pipa. Ide tersebut bahkan diadopsi di dermaga-dermaga lain yang memiliki permasalahan serupa.
Pada 2014, karya inovatif lainnya juga dihasilkan para pekerja Pertamina Geothermal Energy di area Kamojang. Menggunakan thermo-electric element, mereka berhasil menciptakan alat yang mampu mengonversi panas pada pipa geothermal menjadi sumber listrik untuk menerangi jalur pipa. Solusi tersebut dapat meminimalisasi pencurian alumunium sheet pelindung jalur pipa.
Begitulah para pekerja Pertamina menyelesaikan permasalahan sehari-sehari yang dihadapi perusahaan minyak nasional tersebut. Kini, pola penyelesaian masalah tersebut dinamai dengan sebutan metode Continous Improvement Program (CIP). Menurut VP Quality, System and Knowledge Management Pertamina Faisal Yusra, ribuan inovasi lahir tiap tahunnya dari pengaplikasian konsep tersebut.
Selain meningkatkan efisiensi kerja, inovasi-inovasi tersebut dapat menghadirkan penciptaan nilai (value creation) hingga triliunan rupiah. "Pada 2014, keuntungan dari efisiensi dan karya-karya inovatif itu nilainya sekitar Rp8 triliun. Tahun ini, nilainya lebih dari Rp10 triliun," ujar Faisal saat ditemui di ruang kerjanya di Kantor Pusat Pertamina, Jakarta, Senin 27 Oktober 2015.
Tidak hanya sekadar di area operasional Pertamina saja, metode CIP juga diaplikasikan para pekerja Pertamina di hilir semisal pada bagian pemasaran, human resources dan general support. Secara umum, kerja-kerja inovatif didorong agar meliputi empat pilar yakni CIP, Standard Management SM), Knowledge Management (KM) dan Quality Management Assessment QMA).
Yusra menjelaskan, budaya berinovasi telah menjadi keseharian para pekerja Pertamina sejak lama. Namun, baru pada 2009, kerja-kerja inovatif tersebut dibangun menjadi sebuah sistem yang terintegrasi langsung ke pusat.
Penyelesaian masalah dengan CIP bermodel Delta (Delapan Langkah Tujuh Alat) misalnya. Menurut Yusra, setiap rencana penyelesaian masalah di daerah didaftarkan ke kantor pusat dan disuvervisi langsung oleh tim khusus dari pusat. Ketika tahapan penyelesaian masalah selesai dilakukan dan menghasilkan risalah, tim dari pusat kemudian menilai kandungan inovasi dalam solusi yang dihasilkan.
"Kita supervisi terus. Kalau nanti tahapannya berhenti, kita tanya dan kita berikan bantuan jika dibutuhkan. Jadi kita selalu mulai dari permasalahan sehari-hari. Jika dalam improvementnya nanti ternyata ada inovasi, itu hasil yang tak diduga. Kita mulai dari improvement nanti baru timbul inovasi," jelasnya.
Yusra mengungkapkan, total risalah yang dihasilkan setiap tahunnya meningkat. Tahun ini misalnya, sebanyak lebih dari 2.000 risalah dihasilkan. Angka tersebut kurang lebih setara dengan 30 persen kerja inovatif yang dihasilkan Pertamina. "Artinya sebanyak 70 persen di antaranya bersifat kerja rutin. Kebanyakan kerja inovatif itu lahir dari generasi muda Pertamina," imbuhnya.
Kiprah di internasional
Sejak 2010, karya-karya inovatif tersebut kemudian dilombakan dalam pada level korporasi dalam ajang Annual Pertamina Quality (APQ) Awards. Sebanyak 12 kategori dari empat pilar dilombakan. Sebanyak 10 karya terbaik kemudian dibawa ke ajang kompetisi nasional dan 10 lainnya ke ajang kompetisi internasional. "Jika yang 10 itu menang di ajang nasional, kita bawa juga ke forum internasional," kata dia.
Di level internasional, karya-karya inovatif Pertamina ternyata dinilai sangat mumpuni. Setiap tahun karya inovasi Pertamina mendapat penghargaan internasional. Pada tahun ini misalnya, delegasi Pertamina meraih sejumlah penghargaan di ajang International Exposition on Team Excelence (IETEX) di Singapura dan International Conference on QC Circle (ICQCC) di Korea Selatan.
Yusra mengatakan, asalkan mengikuti kebijakan direksi, setiap pekerja Pertamina dibebaskan untuk berinovasi menyelesaikan semua masalah yang mereka hadapi ketika bekerja. Arahan strategis direksi tersebut meliputi peningkatan kinerja hulu, efisiensi, pengolahan, pemasaran dan keuangan.
"Kita berikan kebebasan untuk berinovasi. Boleh Anda melakukan pengembangan apapun asalkan sesuai arahan strategis direksi. Kalau direksi bilang ke utara, kita lakukan ke situ. Jangan ke selatan. Jadi sesuai koridor," ujarnya.
Lebih jauh, Yusra mengatakan, bagi Pertamina, inovasi ialah suatu keharusan. Tidak seperti perusahaan swasta, Pertamina menyandang status sebagai entitas bisnis dan agen perubahan yang dituntut untuk terus meningkatkan kinerjanya.
"Kenapa ini menjadi penting? Perusahaan lain rugi, mereka bisa hentikan saja penjualannya. Kita enggak bisa. Rugi atau apa pun kita harus jual. Karena itu, kalau kita mau bertahan, kita harus improvement dan inovasi. Ketika orang lain terpuruk, kita bisa terus berkembang," tandasnya. (web)
Baca Juga :
Beragam upaya yang dilakukan tidak berhasil mencegah elang laut nangkring di atas lampu. Hingga pada 2013, seorang pekerja muda PT (Persero) memiliki sebuah ide sederhana untuk menyelesaikan masalah tersebut. Ring penutup lampu dari besi ia pasangi tali-tali pengikat plastik (cable tie) yang biasa dipakai mengencangkan koper di bandara. Ujung-ujung tali pengikat dibiarkan mencuat.
Solusi yang ia implementasikan ternyata berhasil mengusir elang-elang laut. Elang-elang tersebut merasa tidak nyaman ketika tubuhnya bersentuhan dengan ujung tali-tali plastik tersebut dan langsung terbang pergi mencari tempat bertengger yang lain.
Total biaya yang dibutuhkan untuk membuat inovasi tersebut hanya sebesar Rp45 ribu. Namun, solusi sederhana tersebut bisa meminimalisasi potensi kerugian besar yang mungkin terjadi jika kapal menabrak pipa. Ide tersebut bahkan diadopsi di dermaga-dermaga lain yang memiliki permasalahan serupa.
Pada 2014, karya inovatif lainnya juga dihasilkan para pekerja Pertamina Geothermal Energy di area Kamojang. Menggunakan thermo-electric element, mereka berhasil menciptakan alat yang mampu mengonversi panas pada pipa geothermal menjadi sumber listrik untuk menerangi jalur pipa. Solusi tersebut dapat meminimalisasi pencurian alumunium sheet pelindung jalur pipa.
Begitulah para pekerja Pertamina menyelesaikan permasalahan sehari-sehari yang dihadapi perusahaan minyak nasional tersebut. Kini, pola penyelesaian masalah tersebut dinamai dengan sebutan metode Continous Improvement Program (CIP). Menurut VP Quality, System and Knowledge Management Pertamina Faisal Yusra, ribuan inovasi lahir tiap tahunnya dari pengaplikasian konsep tersebut.
Selain meningkatkan efisiensi kerja, inovasi-inovasi tersebut dapat menghadirkan penciptaan nilai (value creation) hingga triliunan rupiah. "Pada 2014, keuntungan dari efisiensi dan karya-karya inovatif itu nilainya sekitar Rp8 triliun. Tahun ini, nilainya lebih dari Rp10 triliun," ujar Faisal saat ditemui di ruang kerjanya di Kantor Pusat Pertamina, Jakarta, Senin 27 Oktober 2015.
Tidak hanya sekadar di area operasional Pertamina saja, metode CIP juga diaplikasikan para pekerja Pertamina di hilir semisal pada bagian pemasaran, human resources dan general support. Secara umum, kerja-kerja inovatif didorong agar meliputi empat pilar yakni CIP, Standard Management SM), Knowledge Management (KM) dan Quality Management Assessment QMA).
Yusra menjelaskan, budaya berinovasi telah menjadi keseharian para pekerja Pertamina sejak lama. Namun, baru pada 2009, kerja-kerja inovatif tersebut dibangun menjadi sebuah sistem yang terintegrasi langsung ke pusat.
Penyelesaian masalah dengan CIP bermodel Delta (Delapan Langkah Tujuh Alat) misalnya. Menurut Yusra, setiap rencana penyelesaian masalah di daerah didaftarkan ke kantor pusat dan disuvervisi langsung oleh tim khusus dari pusat. Ketika tahapan penyelesaian masalah selesai dilakukan dan menghasilkan risalah, tim dari pusat kemudian menilai kandungan inovasi dalam solusi yang dihasilkan.
"Kita supervisi terus. Kalau nanti tahapannya berhenti, kita tanya dan kita berikan bantuan jika dibutuhkan. Jadi kita selalu mulai dari permasalahan sehari-hari. Jika dalam improvementnya nanti ternyata ada inovasi, itu hasil yang tak diduga. Kita mulai dari improvement nanti baru timbul inovasi," jelasnya.
Yusra mengungkapkan, total risalah yang dihasilkan setiap tahunnya meningkat. Tahun ini misalnya, sebanyak lebih dari 2.000 risalah dihasilkan. Angka tersebut kurang lebih setara dengan 30 persen kerja inovatif yang dihasilkan Pertamina. "Artinya sebanyak 70 persen di antaranya bersifat kerja rutin. Kebanyakan kerja inovatif itu lahir dari generasi muda Pertamina," imbuhnya.
Kiprah di internasional
Sejak 2010, karya-karya inovatif tersebut kemudian dilombakan dalam pada level korporasi dalam ajang Annual Pertamina Quality (APQ) Awards. Sebanyak 12 kategori dari empat pilar dilombakan. Sebanyak 10 karya terbaik kemudian dibawa ke ajang kompetisi nasional dan 10 lainnya ke ajang kompetisi internasional. "Jika yang 10 itu menang di ajang nasional, kita bawa juga ke forum internasional," kata dia.
Di level internasional, karya-karya inovatif Pertamina ternyata dinilai sangat mumpuni. Setiap tahun karya inovasi Pertamina mendapat penghargaan internasional. Pada tahun ini misalnya, delegasi Pertamina meraih sejumlah penghargaan di ajang International Exposition on Team Excelence (IETEX) di Singapura dan International Conference on QC Circle (ICQCC) di Korea Selatan.
Yusra mengatakan, asalkan mengikuti kebijakan direksi, setiap pekerja Pertamina dibebaskan untuk berinovasi menyelesaikan semua masalah yang mereka hadapi ketika bekerja. Arahan strategis direksi tersebut meliputi peningkatan kinerja hulu, efisiensi, pengolahan, pemasaran dan keuangan.
"Kita berikan kebebasan untuk berinovasi. Boleh Anda melakukan pengembangan apapun asalkan sesuai arahan strategis direksi. Kalau direksi bilang ke utara, kita lakukan ke situ. Jangan ke selatan. Jadi sesuai koridor," ujarnya.
Lebih jauh, Yusra mengatakan, bagi Pertamina, inovasi ialah suatu keharusan. Tidak seperti perusahaan swasta, Pertamina menyandang status sebagai entitas bisnis dan agen perubahan yang dituntut untuk terus meningkatkan kinerjanya.
"Kenapa ini menjadi penting? Perusahaan lain rugi, mereka bisa hentikan saja penjualannya. Kita enggak bisa. Rugi atau apa pun kita harus jual. Karena itu, kalau kita mau bertahan, kita harus improvement dan inovasi. Ketika orang lain terpuruk, kita bisa terus berkembang," tandasnya. (web)