KPK Tawarkan Rio Capella Jadi 'Justice Collaborator'
Sabtu, 24 Oktober 2015 - 06:20 WIB
Sumber :
- VIVA.co.id/Anhar Rizki Affandi
VIVA.co.id
- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) disebut menawarkan mantan Sekretaris Jenderal Partai Nasdem, Patrice Rio Capella, untuk menjadi pelaku yang bekerjasama (Justice Collabolator). Rio merupakan tersangka kasus dugaan suap terkait penyelidikan di Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara.
Pengacara Rio, Maqdir lsmail mengakui bahwa kliennya sempat ditawari menjadi Justice Collaborator (JC) oleh penyidik ketika dia diperiksa sebagai tersangka."Memang tadi ditanya oleh penyidik apakah Rio mau jadi JC atau tidak dan ini belum kita jawab," katanya usai mendampingi pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Jumat, 23 Oktober 2015.
Kendati demikian, Maqdir menyebut kliennya telah terbuka kepada penyidik terkait perkaranya tersebut. Maqdir mengaku belum mengetahui perkara mana yang ingin diselisik oleh penyidik melalui keterangan kliennya.
"Semuanya sudah dibuka oleh Pak Rio. Tidak ada yang dia tutupi. Itu pun yang kita tanya kepada penyidik. Kalau mau jadi JC, itu yang mana yang harus dibuka, Tidak ada yang ditutupi-tutupi Pak Rio," kata Maqdir.
Sebelumnya, KPK telah resmi menetapkan Rio Capella sebagai tersangka sejak 15 Oktober 2015. Selain Patrice, KPK juga menetapkan Gubernur Sumatera Utara nonaktif, Gatot Pujo Nugroho dan istrinya, Evy Susanti sebagai tersangka.
Pada perkara ini, Johan menyebut Patrice disangka merupakan pihak yang telah menerima suap. Sedangkan Gatot dan juga Evy merupakan pihak pemberi.
"GPN dengan ES diduga memberi hadiah atau janji, kalau PRC itu diduga menerima," ujar Johan.
Pemberian itu diduga terkait 'pengamanan' perkara dugaan korupsi Dana Bantuan Sosial (Bansos), tunggakan Dana Bagi Hasil (DBH) dan Penyertaan Modal pada sejumlah BUMD pada Pemerintah Provinsi Sumatera Utara.
Perkara tersebut diketahui tengah diselidiki oleh Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara dan Kejaksaan Agung. Sebagai pihak pemberi, Gatot dan Evy disangka telah melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a, huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tipikor.
Baca Juga :