Kronologi Suap Hakim PTUN Medan Sesuai Dakwaan
Senin, 19 Oktober 2015 - 22:35 WIB
Sumber :
- VIVA.co.id/Anhar Rizki Affandi
VIVA.co.id - Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan, Dermawan Ginting, didakwa telah menerima uang USD5.000 dari Gubernur Sumatera Utara nonaktif, Gatot Pujo Nugroho, dan istrinya, Evy Susanti. Uang itu diberikan melalui Otto Cornelis Kaligis dan anak buahnya M. Yagari Bhastara Guntur alias Gary.
Menurut jaksa, pemberian uang itu terkait keinginan Gatot, Evy, Kaligis serta Gary, agar permohonan pengujian kewenangan Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara yang diajukan di PTUN Medan dapat dikabulkan.
Pengujian itu terkait kewenangan Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara sesuai dengan Undang Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang administrasi Pemerintahan dalam mengeluarkan panggilan permintaan keterangan terhadap Ahmad Fuad Lubis selaku Ketua Bendahara Umum Daerah.
Panggilan itu terkait dengan dugaan terjadinya Tindak Pidana Korupsi Dana Bantuan Sosial (Bansos), Bantuan Daerah Bawahan (BDB), Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan Penahanan Pencairan Dana Bagi Hasil (DBH) dan Penyertaan Modal pada sejumlah BUMD pada Pemerintah Provinsi Sumatera Utara berdasarkan Surat Perintah Penyelidikan Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara.
Perkara tersebut diadili dan diperiksa oleh Dermawan bersama Tripeni lrianto Putro dan Amir Fauzi sebagai Majelis Hakim serta Syamsir Yusfran selaku Panitera.
"Padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili," kata Jaksa Risma Ansyari saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin 19 Oktober 2015.
Jaksa memaparkan awal mula terjadi tindak perkara itu ketika Bendahara Umum Daerah (BUD) Pemprov Sumut mendapat panggilan permintaan keterangan dari pihak Kejaksaan Tinggi Sumut pada tanggal 19 Maret 2015 sehubungan dengan tindak pidana korupsi Dana Bantuan Sosial (Bansos), Bantuan Daerah Bawahan (BDB), Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan tunggakan Dana Bagi Hasil (DBH) dan Penyertaan Modal pada sejumlah BUMD pada Pemerintah Provinsi Sumatera Utara.
Selain itu, Direktur Penyidikan (Dirdik) Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung juga mengirimkan surat kepada Gubernur Sumatera Utara perihal bantuan gubernur menyampaikan surat permintaan keterangan kepada Sekretaris Daerah dan Kepala Biro Keuangan Daerah Provinsi Sumut, sehubungan dengan adanya dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Gatot Pujo Nugroho selaku Gubernur. Terhadap panggilan Kejaksaan Agung tersebut, Gatot memerintahkan kepada Sabrina dan Ahmad Fuad Lubis untuk hadir pada panggilan kedua.
Mengetahui adanya surat panggilan itu, Gatot bersama Evy mendatangi kantor OC Kaligis dan bertemu dengan Kaligis, Yulius lrawansyah, Anis Rifai dan Gary, membahas bagaimana upaya agar pemanggilan terhadap Sabrina dan Fuad Lubis tidak mengarah kepada keterlibatan Gatot.
Kaligis menyarankan Gatot apabila ada pemanggilan agar tidak dipenuhi dan mengusulkan permohonan pengujian kewenangan Kejaksaan Tinggi ke PTUN Medan. Saran Kaligis itu disetujui Gatot dan Evy, sedangkan untuk mengantisipasi apabila ada pemanggilan keterangan oleh Kejaksaan Rl, Kaligis akan lebih dahulu meminta penjelasan Sabrina dan Fuad Lubis.
Pada tanggal 1 April 2015, setelah ada panggilan kedua dari Kejaksaan Agung, Sabrina dan Fuad Lubis menemui Gatot di ruang kerjanya. Gatot lantas memerintahkan Sabrina dan Fuad untuk menemui dan berkonsultasi dengan Kaligis sebelum memenuhi panggilan tersebut. Keduanya juga diperintahkan membawa dokumen terkait perkara tersebut saat bertemu Kaligis yang merupakan pengacara pribadi Gatot.
Besoknya, Fuad bersama Sabrina kemudian bertemu dengan Kaligis, Anis, Yulius, Rico Pandairot dan Gary membahas surat permintaan keterangan dari Kejaksaan. Pada pertemuan itu disepakati keduanya akan memenuhi panggilan dengan didampingi penasihat hukum dari kantor Kaligis.
Pada April 2015, Fuad atas permintaan Gary menandatangani surat kuasa kepada tim penasihat hukum Kaligis and Associates untuk mengajukan permohonan pengujian kewenangan Kejaksaan Tinggi.
Setelah penandatanganan surat kuasa tersebut, Fuad Lubis dipanggil Gatot dengan menanyakan 'sudah diteken ya surat kuasa itu', yang dijawab dia 'sudah pak'.
Pada akhir bulan April 2015, Kaligis bersama Gary dan Yurinda Tri Achyuni alias lndah diantar oleh Syamsir menemui Tripeni di ruang kerjanya. Mereka berkonsultasi mengenai rencana pengajuan permohonan gugatan terkait penyalahgunaan kewenangan yang merupakan perkara baru atau belum pernah disidangkan melalui PTUN. Ketika itu, Tripeni sempat mengatakan 'silahkan dimasukkan saja, nanti akan kita periksa'.
Usai konsultasi, Tripeni menerima uang SGD5.000 yang dimasukkan dalam amplop putih dari Kaligis. Tidak hanya Tripeni, Syamsir juga menerima uang US$1.000 dari Kaligis.
Pada awal bulan Mei 2015, Syamsir menghubungi Gary menyampaikan pesan Tripeni bahwa permohonan dapat didaftarkan di PTUN Medan. Gary kemudian meneruskan pesan itu pada Kaligis dan Kaligis memutuskan mendaftarkan permohonan pada 5 Mei 2015.
Ketika gugatan didaftarkan pada 5 Mei 2015, Kaligis kembali menemui Tripeni di ruang kerjanya untuk konsultasi. Ketika itu, Kaligis memberikan beberapa buku karangannya dan satu amplop berisi uang US$10.000. Pemberian itu sekaligus meminta Tripeni menjadi hakim yang menyidangkan permohonan itu.
Usai penyerahan, Kaligis berkata pada Gary 'sudah saya kasih Pak Ketua, saya mau pulang duluan ke Jakarta, kau urus saja dulu pendaftaran'. Gary kemudian mendaftarkan gugatan tersebut.
Usai mendaftarkan, Syamsir meminta Gary bertemu Tripeni yang ketika itu sedang bersama Dermawan dan Amir. Tripeni mengatakan bahwa dia diminta menjadi hakim dalam perkara yang didugat, sekaligus memperkenalkan Dermawan dan Amir sebagai anggota majelis hakimnya.
Tripeni kemudian menunjuk dirinya sebagai ketua majelis hakim serta menunjuk Dermawan Ginting dan Amir Fauzi sebagai anggota. Dia juga menunjuk Syamsir sebagai penitera.
Dermawan, Tripeni dan Amir sempat mendiskusikan perkara itu dan dinilai surat panggilan dari Kejaksaan Tinggi tidak tepat jadi objek permohonan. Menurut Amir, yang tepat jadi objek adalah keputusan dan atau tindakan Fuad Lubis selaku pemohon. Ketiganya sepakat akan memanggil langsung para pemohon tanpa melalui proses pemeriksaan persiapan.
Beberapa hari kemudian, Gary dan lndah menemui ketiga orang hakim tersebut membahas mengenai objek permohonan pemohon. Gary menyampaikan bahwa yang dimohon untuk dinyatakan tidak sah adalah sebagaimana petitum permohonan.
Pada 18 Mei 2015 sebelum sidang, Tripeni kembali bertemu Kaligis, Gary dan lndah di ruang kerjanya. Kaligis meyakinkan Tripeni agar berani memutus sesuai petitum yang diajukannya.
Pada 1 Juli 2015, Evy Susanti mengirimkan uang US$30.000 dan Rp50 juta kepada Kaligis melalui Yenny Octarina Misnan. Kaligis menyuruh Yenny memasukan uang dalam 4 amplop, dengan masing-masing berisi US$5.000. Amplop kemudian diserahkan kembali kepada Kaligis.
Pada malam harinya, OC Kaligis bersama dengan Gary dan lndah langsung terbang ke Medan. Sesampainya di Medan, mereka langsung melakukan pertemuan dengan Gatot membahas perkembangan gugatan di PTUN Medan.
Tanggal 2 Juli 2015, Kaligis bersama Gary dan lndah kembali bertemu Tripeni di ruang kerjanya dengan diantar Syamsir untuk meyakinkan bahwa gugatan itu masuk dalam wewenang PTUN.
Usai pertemuan, Kaligis sempat memberikan amplop putih pada Tripeni namun ditolaknya. Kaligis lantas menyuruh Gary menunggu di pengadilan untuk menemui Dermawan. Kaligis yang telah berada di Jakarta menitipkan dua buku yang berisi 4 amplop putih pada lndah karena buku itu akan dibawa kembali ke Medan sambil menunggu informasi dari Gary.
Sementara itu, ketika bertemu dengan Dermawan di ruangan Syamsir, Gary memaparkan arahan Kaligis agar surat perintah penyelidikan Kepala Kejati Sumut dan surat panggilan permintaan keterangan Kejati Sumut tidak sah, dan untuk meminta keterangan harus ada pemeriksaan internal dulu.
Hasil pertemuan itu kemudian disampaikan Dermawan kepada Amir dan keduanya sepakat untuk memenuhi permintaan tersebut. Dermawan lalu mengatakan pada Gary bahwa mereka setuju atas permintaan Kaligis itu dengan meminta kompensasi dan meminta Kaligis menemui mereka pada 5 Juli 2015 di kantor PTUN Medan.
Usai bertemu Gary, Dermawan bersama dengan Amir menemui Tripeni untuk melakukan musyawarah majelis hakim. Pada musyawarah itu, Tripeni meminta keduanya membantu mengabulkan permohonan Kaligis, namun dia menyarankan untuk tidak mengabulkan permohonan yang berkaitan dengan surat perintah penyelidikan. Akhirnya disepakati bahwa permohonan dapat dikabulkan sebagian.
Pada tanggal 2 Juli, Kaligis bertemu dengan Evy membahas perkembangan sidang PTUN Medan dan meminta tambahan uang USD25.000 untuk diberikan pada majelis hakim agar gugatan dikabulkan. Evy menyampaikan permintaan tersebut kepada Gatot.
Pada 5 Juli 2015, Kaligis bersama Gary dan lndah kemudian datang ke kantor PTUN Medan dengan memakai mobil vellfire hitam. Sesampainya di sana, Kaligis menyuruh Gary menyerahkan dua buku yang di dalamnya diselipkan masing-masing amplop berisi masing-masing USD5.000 kepada Dermawan dan Amir. Pemberian uang itu dilaporkan Gary kepada Kaligis.
Setelah pemberian, Kaligis kemudian memberi lagi dua amplop kepada Gary dan memerintahkan agar amplop yang tipis diberikan kepada Syamsir. Sementara satu amplop lainnya untuk disimpan terlebih dulu.
Pada hari yang sama, Evy sempat menghubungi Gary menanyakan mengenai penyerahan uang kepada hakim. Besoknya, Dermawan dan Amir menyampaikan pemberian uang itu kepada Tripeni dan mengatakan bahwa uang yang diterima tidak sesuai yang diharapkan. Atas penyampaian tersebut Tripeni menanggapi 'itu kan hanya sebagian yang dikabulkan'.
Pada hari yang sama itu, Kaligis sempat menghubungi Gary menanyakan kemungkinan putusan karena khawatir gugatan akan ditolak. Masih di hari yang sama, Gary diajak Mustafa menemui Gatot yang menanyakan perkembangan sidang. Ketika itu, Gary menyebut sidang putusan akan dilaksanakan pada 7 Juli 2015.
Pada tanggal 7 Juli 2015, majelis hakim membacakan putusan dengan amar yakni mengabulkan sebagian gugatan. Majelis menyatakan bahwa permintaan keterangan terhadap mantan Bendahara Umum Daerah Pemprov Sumut, Ahmad Fuad Lubis terdapat unsur penyalahgunaan wewenang sehingga dinyatakan tidak sah.
Usai sidang, Gary menemui Syamsir kemudian menyerahkan amplop berisi uang USD1.000. Usai penyerahan, Kaligis menghubungi Gary menanyakan hasil putusan sidang sambil mengatakan dia akan menyerahkan uang kepada Tripeni pada minggu depan.
Tanggal 8 Juli 2015, Syamsir menghubungi Gary dan mengatakan bahwa Tripeni akan mudik. Pada 9 Juli 2015, Gary menemui Tripeni di Kantor PTUN dengan diantar Syamsir. Ketika itu, Tripeni menerima uang US$5.000 dalam amplop putih.
Menurut Jaksa, perbuatan Tripeni itu merupakan tindak pidana korupsi, yang diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf c atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Baca Juga :
Menurut jaksa, pemberian uang itu terkait keinginan Gatot, Evy, Kaligis serta Gary, agar permohonan pengujian kewenangan Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara yang diajukan di PTUN Medan dapat dikabulkan.
Pengujian itu terkait kewenangan Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara sesuai dengan Undang Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang administrasi Pemerintahan dalam mengeluarkan panggilan permintaan keterangan terhadap Ahmad Fuad Lubis selaku Ketua Bendahara Umum Daerah.
Panggilan itu terkait dengan dugaan terjadinya Tindak Pidana Korupsi Dana Bantuan Sosial (Bansos), Bantuan Daerah Bawahan (BDB), Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan Penahanan Pencairan Dana Bagi Hasil (DBH) dan Penyertaan Modal pada sejumlah BUMD pada Pemerintah Provinsi Sumatera Utara berdasarkan Surat Perintah Penyelidikan Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara.
Perkara tersebut diadili dan diperiksa oleh Dermawan bersama Tripeni lrianto Putro dan Amir Fauzi sebagai Majelis Hakim serta Syamsir Yusfran selaku Panitera.
"Padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili," kata Jaksa Risma Ansyari saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin 19 Oktober 2015.
Jaksa memaparkan awal mula terjadi tindak perkara itu ketika Bendahara Umum Daerah (BUD) Pemprov Sumut mendapat panggilan permintaan keterangan dari pihak Kejaksaan Tinggi Sumut pada tanggal 19 Maret 2015 sehubungan dengan tindak pidana korupsi Dana Bantuan Sosial (Bansos), Bantuan Daerah Bawahan (BDB), Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan tunggakan Dana Bagi Hasil (DBH) dan Penyertaan Modal pada sejumlah BUMD pada Pemerintah Provinsi Sumatera Utara.
Selain itu, Direktur Penyidikan (Dirdik) Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung juga mengirimkan surat kepada Gubernur Sumatera Utara perihal bantuan gubernur menyampaikan surat permintaan keterangan kepada Sekretaris Daerah dan Kepala Biro Keuangan Daerah Provinsi Sumut, sehubungan dengan adanya dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Gatot Pujo Nugroho selaku Gubernur. Terhadap panggilan Kejaksaan Agung tersebut, Gatot memerintahkan kepada Sabrina dan Ahmad Fuad Lubis untuk hadir pada panggilan kedua.
Mengetahui adanya surat panggilan itu, Gatot bersama Evy mendatangi kantor OC Kaligis dan bertemu dengan Kaligis, Yulius lrawansyah, Anis Rifai dan Gary, membahas bagaimana upaya agar pemanggilan terhadap Sabrina dan Fuad Lubis tidak mengarah kepada keterlibatan Gatot.
Kaligis menyarankan Gatot apabila ada pemanggilan agar tidak dipenuhi dan mengusulkan permohonan pengujian kewenangan Kejaksaan Tinggi ke PTUN Medan. Saran Kaligis itu disetujui Gatot dan Evy, sedangkan untuk mengantisipasi apabila ada pemanggilan keterangan oleh Kejaksaan Rl, Kaligis akan lebih dahulu meminta penjelasan Sabrina dan Fuad Lubis.
Pada tanggal 1 April 2015, setelah ada panggilan kedua dari Kejaksaan Agung, Sabrina dan Fuad Lubis menemui Gatot di ruang kerjanya. Gatot lantas memerintahkan Sabrina dan Fuad untuk menemui dan berkonsultasi dengan Kaligis sebelum memenuhi panggilan tersebut. Keduanya juga diperintahkan membawa dokumen terkait perkara tersebut saat bertemu Kaligis yang merupakan pengacara pribadi Gatot.
Besoknya, Fuad bersama Sabrina kemudian bertemu dengan Kaligis, Anis, Yulius, Rico Pandairot dan Gary membahas surat permintaan keterangan dari Kejaksaan. Pada pertemuan itu disepakati keduanya akan memenuhi panggilan dengan didampingi penasihat hukum dari kantor Kaligis.
Pada April 2015, Fuad atas permintaan Gary menandatangani surat kuasa kepada tim penasihat hukum Kaligis and Associates untuk mengajukan permohonan pengujian kewenangan Kejaksaan Tinggi.
Setelah penandatanganan surat kuasa tersebut, Fuad Lubis dipanggil Gatot dengan menanyakan 'sudah diteken ya surat kuasa itu', yang dijawab dia 'sudah pak'.
Pada akhir bulan April 2015, Kaligis bersama Gary dan Yurinda Tri Achyuni alias lndah diantar oleh Syamsir menemui Tripeni di ruang kerjanya. Mereka berkonsultasi mengenai rencana pengajuan permohonan gugatan terkait penyalahgunaan kewenangan yang merupakan perkara baru atau belum pernah disidangkan melalui PTUN. Ketika itu, Tripeni sempat mengatakan 'silahkan dimasukkan saja, nanti akan kita periksa'.
Usai konsultasi, Tripeni menerima uang SGD5.000 yang dimasukkan dalam amplop putih dari Kaligis. Tidak hanya Tripeni, Syamsir juga menerima uang US$1.000 dari Kaligis.
Pada awal bulan Mei 2015, Syamsir menghubungi Gary menyampaikan pesan Tripeni bahwa permohonan dapat didaftarkan di PTUN Medan. Gary kemudian meneruskan pesan itu pada Kaligis dan Kaligis memutuskan mendaftarkan permohonan pada 5 Mei 2015.
Ketika gugatan didaftarkan pada 5 Mei 2015, Kaligis kembali menemui Tripeni di ruang kerjanya untuk konsultasi. Ketika itu, Kaligis memberikan beberapa buku karangannya dan satu amplop berisi uang US$10.000. Pemberian itu sekaligus meminta Tripeni menjadi hakim yang menyidangkan permohonan itu.
Usai penyerahan, Kaligis berkata pada Gary 'sudah saya kasih Pak Ketua, saya mau pulang duluan ke Jakarta, kau urus saja dulu pendaftaran'. Gary kemudian mendaftarkan gugatan tersebut.
Usai mendaftarkan, Syamsir meminta Gary bertemu Tripeni yang ketika itu sedang bersama Dermawan dan Amir. Tripeni mengatakan bahwa dia diminta menjadi hakim dalam perkara yang didugat, sekaligus memperkenalkan Dermawan dan Amir sebagai anggota majelis hakimnya.
Tripeni kemudian menunjuk dirinya sebagai ketua majelis hakim serta menunjuk Dermawan Ginting dan Amir Fauzi sebagai anggota. Dia juga menunjuk Syamsir sebagai penitera.
Dermawan, Tripeni dan Amir sempat mendiskusikan perkara itu dan dinilai surat panggilan dari Kejaksaan Tinggi tidak tepat jadi objek permohonan. Menurut Amir, yang tepat jadi objek adalah keputusan dan atau tindakan Fuad Lubis selaku pemohon. Ketiganya sepakat akan memanggil langsung para pemohon tanpa melalui proses pemeriksaan persiapan.
Beberapa hari kemudian, Gary dan lndah menemui ketiga orang hakim tersebut membahas mengenai objek permohonan pemohon. Gary menyampaikan bahwa yang dimohon untuk dinyatakan tidak sah adalah sebagaimana petitum permohonan.
Pada 18 Mei 2015 sebelum sidang, Tripeni kembali bertemu Kaligis, Gary dan lndah di ruang kerjanya. Kaligis meyakinkan Tripeni agar berani memutus sesuai petitum yang diajukannya.
Pada 1 Juli 2015, Evy Susanti mengirimkan uang US$30.000 dan Rp50 juta kepada Kaligis melalui Yenny Octarina Misnan. Kaligis menyuruh Yenny memasukan uang dalam 4 amplop, dengan masing-masing berisi US$5.000. Amplop kemudian diserahkan kembali kepada Kaligis.
Pada malam harinya, OC Kaligis bersama dengan Gary dan lndah langsung terbang ke Medan. Sesampainya di Medan, mereka langsung melakukan pertemuan dengan Gatot membahas perkembangan gugatan di PTUN Medan.
Tanggal 2 Juli 2015, Kaligis bersama Gary dan lndah kembali bertemu Tripeni di ruang kerjanya dengan diantar Syamsir untuk meyakinkan bahwa gugatan itu masuk dalam wewenang PTUN.
Usai pertemuan, Kaligis sempat memberikan amplop putih pada Tripeni namun ditolaknya. Kaligis lantas menyuruh Gary menunggu di pengadilan untuk menemui Dermawan. Kaligis yang telah berada di Jakarta menitipkan dua buku yang berisi 4 amplop putih pada lndah karena buku itu akan dibawa kembali ke Medan sambil menunggu informasi dari Gary.
Sementara itu, ketika bertemu dengan Dermawan di ruangan Syamsir, Gary memaparkan arahan Kaligis agar surat perintah penyelidikan Kepala Kejati Sumut dan surat panggilan permintaan keterangan Kejati Sumut tidak sah, dan untuk meminta keterangan harus ada pemeriksaan internal dulu.
Hasil pertemuan itu kemudian disampaikan Dermawan kepada Amir dan keduanya sepakat untuk memenuhi permintaan tersebut. Dermawan lalu mengatakan pada Gary bahwa mereka setuju atas permintaan Kaligis itu dengan meminta kompensasi dan meminta Kaligis menemui mereka pada 5 Juli 2015 di kantor PTUN Medan.
Usai bertemu Gary, Dermawan bersama dengan Amir menemui Tripeni untuk melakukan musyawarah majelis hakim. Pada musyawarah itu, Tripeni meminta keduanya membantu mengabulkan permohonan Kaligis, namun dia menyarankan untuk tidak mengabulkan permohonan yang berkaitan dengan surat perintah penyelidikan. Akhirnya disepakati bahwa permohonan dapat dikabulkan sebagian.
Pada tanggal 2 Juli, Kaligis bertemu dengan Evy membahas perkembangan sidang PTUN Medan dan meminta tambahan uang USD25.000 untuk diberikan pada majelis hakim agar gugatan dikabulkan. Evy menyampaikan permintaan tersebut kepada Gatot.
Pada 5 Juli 2015, Kaligis bersama Gary dan lndah kemudian datang ke kantor PTUN Medan dengan memakai mobil vellfire hitam. Sesampainya di sana, Kaligis menyuruh Gary menyerahkan dua buku yang di dalamnya diselipkan masing-masing amplop berisi masing-masing USD5.000 kepada Dermawan dan Amir. Pemberian uang itu dilaporkan Gary kepada Kaligis.
Setelah pemberian, Kaligis kemudian memberi lagi dua amplop kepada Gary dan memerintahkan agar amplop yang tipis diberikan kepada Syamsir. Sementara satu amplop lainnya untuk disimpan terlebih dulu.
Pada hari yang sama, Evy sempat menghubungi Gary menanyakan mengenai penyerahan uang kepada hakim. Besoknya, Dermawan dan Amir menyampaikan pemberian uang itu kepada Tripeni dan mengatakan bahwa uang yang diterima tidak sesuai yang diharapkan. Atas penyampaian tersebut Tripeni menanggapi 'itu kan hanya sebagian yang dikabulkan'.
Pada hari yang sama itu, Kaligis sempat menghubungi Gary menanyakan kemungkinan putusan karena khawatir gugatan akan ditolak. Masih di hari yang sama, Gary diajak Mustafa menemui Gatot yang menanyakan perkembangan sidang. Ketika itu, Gary menyebut sidang putusan akan dilaksanakan pada 7 Juli 2015.
Pada tanggal 7 Juli 2015, majelis hakim membacakan putusan dengan amar yakni mengabulkan sebagian gugatan. Majelis menyatakan bahwa permintaan keterangan terhadap mantan Bendahara Umum Daerah Pemprov Sumut, Ahmad Fuad Lubis terdapat unsur penyalahgunaan wewenang sehingga dinyatakan tidak sah.
Usai sidang, Gary menemui Syamsir kemudian menyerahkan amplop berisi uang USD1.000. Usai penyerahan, Kaligis menghubungi Gary menanyakan hasil putusan sidang sambil mengatakan dia akan menyerahkan uang kepada Tripeni pada minggu depan.
Tanggal 8 Juli 2015, Syamsir menghubungi Gary dan mengatakan bahwa Tripeni akan mudik. Pada 9 Juli 2015, Gary menemui Tripeni di Kantor PTUN dengan diantar Syamsir. Ketika itu, Tripeni menerima uang US$5.000 dalam amplop putih.
Menurut Jaksa, perbuatan Tripeni itu merupakan tindak pidana korupsi, yang diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf c atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.